spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Nur Afifah Mahasiswi Cerdas, Muliadi Mantan Kabag Humas

SAMARINDA – Dugaan rasuah menyeret Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud (AGM). Komisi Pemberantasan Korupsi lantas menetapkan 6 tersangka. Seorang di antaranya berstatus mahasiswi di perguruan tinggi negeri di Kaltim. Nur Afifah Balgis adalah tersangka paling muda dalam kasus ini. Ia baru berusia 24 tahun dan menjabat sebagai bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan.

kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com menelusuri namanya di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi milik Kemendikbudristek. Nur Afifah adalah mahasiswi aktif di Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, angkatan 2018. Pada tahun keempat sebagai mahasiswi, Nur Afifah tinggal menyelesaikan tugas akhir. Masih dari pangkalan data Dikti, Nur Afifah diketahui sempat kuliah setahun di Jakarta, tepatnya di Universitas Bina Nusantara. Program studinya sama, ilmu hukum, tetapi ia mengundurkan diri pada 2016.

“Benar, dia (Nur Afifah) kuliah di Samarinda. Dia ditunjuk sebagai bendahara partai karena memiliki hubungan keluarga dengan AGM (Gafur Masud),” tutur seorang kerabat Nur Afifah kepada kaltimkece.id. Menurut sumber ini, Nur Afifah tumbuh besar di Balikpapan. Gadis itu menyelesaikan SMA di Jakarta kemudian masuk kampus Binus sebelum mengundurkan diri dan kuliah di Samarinda.

Seorang mantan pengurus Partai Demokrat di Balikpapan membenarkan informasi tersebut. “Kalau tidak salah, yang bersangkutan (Nur Afifah) jadi bendahara partai sekitar 2017 atau 2018. Ia tidak merintis karier dari bawah tetapi langsung menggantikan bendahara sebelumnya,” terang sumber tersebut.

kaltimkece.id menemui tiga mahasiswa yang sekampus dengan Nur Afifah di Samarinda. Ketiganya meminta identitas mereka tidak disebutkan. Nur Afifah disebut mahasiswi yang selalu mengenakan hijab. Di kampus, mahasiswi itu dikenal supel dan aktif dalam kegiatan sosial. Sosoknya cukup populer.

“Baik dan sepertinya cukup royal. Dia sering mentraktir teman-teman dekatnya,” tutur seorang mahasiswa. Nur Afifah juga pernah mengunggah foto mobil mewah dan jalan-jalan ke luar negeri di dua akun Instagram-nya. “Kaget banget, ternyata dia bendahara partai. Padahal, orangnya kritis di kampus,” terang mahasiswa yang lain.

Dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Nur Afifah diamankan bersama Bupati PPU di sebuah mal di Jakarta. Bersamanya, ditemukan sekoper uang Rp 1 miliar. Ia disangka berperan dalam menerima, menyimpan, serta mengelola uang dari rekanan. Di rekening Nur Afifah pula, uang disimpan untuk kemudian digunakan Gafur Mas’ud selaku bupati sekaligus ketua DPC Partai Demokrat Balikpapan.

Dikonfirmasi mengenai nama Nur Afifah Balgis, Dekan Fakultas Hukum, Unmul, Mahendra Putra Kurnia, membenarkan, mahasiswi tersebut kuliah sejak 2018. Nur Afifah mengambil konsentrasi hukum perdata dengan catatan akademik yang baik. Indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya 3,48.

“Secara akademik, semuanya beres. Tinggal mengajukan tugas akhir. Dia cukup aktif di Klinik Pemilu FH Unmul,” terangnya. Mahendra menegaskan, kampus tidak mengatur keterlibatan seorang mahasiswa di dalam partai politik. Itu urusan dan hak individu masing-masing. Kampus mengambil posisi asas praduga tidak bersalah. Nasib Nur Afifah di kampus akan ditentukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Mahendra menegaskan, Fakultas Hukum selalu mengajarkan mahasiswa untuk tidak berperilaku korup. Akan tetapi, semua kembali kepada karakter masing-masing.

“Latar belakang pendidikan tidak menjamin seseorang selalu patuh terhadap hukum. Kami menekankan perilaku mahasiswa yang antikorupsi, taat beragama, dan bermoral,” jelas Mahendra.

Mantan Dosen

Nama kedua adalah Muliadi, Plt Sekkab PPU, yang turut terjaring OTT oleh KPK. Menurut Pangkalan Data Dikti, Muliadi pernah mengajar di Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Unmul. Ia adalah dosen yang meraih gelar magister humaniora pada 2000 dan magister ekonomi pada 2008. Dua-duanya diperoleh dari Unmul. Gelar doktoralnya dari Universitas Hassanuddin, Makassar, pada 2013.

Muliadi mulai mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unmul, sejak 2002. Ia mengampu mata kuliah ekonomi publik, administrasi pembangunan, pengantar ilmu bisnis, dan metodologi penelitian ekonomi terapan.

Menurut situs Science and Technology Index (Sinta), Kemendikbudikti, Muliadi telah menyusun lima jurnal. Beberapa di antaranya bertajuk MSMEs as mediation in the effects of investment credit, interest rates, and labor on economic growth: Evidence from Indonesia (2020);  Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Samarinda (2017); dan Karakteristik Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Bantaran Sungai Karang Mumus (2019). Menurut Google Scholar, seluruh jurnal ilmiah Muliadi memiliki sepuluh sitasi (telah dikutip).

“Sebelum menjabat Plt Sekda PPU, yang bersangkutan (Muliadi) memang PNS dosen di FEB Unmul,” demikian Wakil Rektor Bidang Umum, Sumber Daya Manusia, dan Keuangan Unmul, Abdunnur, kepada kaltimkece.id, Sabtu, 15 Januari 2021. Muliadi dimutasi menjadi PNS Pemkab PPU sejak 1 Juni 2021.

Sejumlah sumber yang kaltimkece.id temui menyebutkan, Muliadi pernah ditugaskan sebagai kepala Bagian Hubungan Masyarakat, Unmul. Ia pernah menyusun majalah kampus bernama Integritas yang meraih penghargaan terbaik kedua tingkat nasional. Muliadi juga dipercaya sebagai staf ahli Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani HR, sebelum menjadi staf ahli DPRD Kaltim selama enam tahun.

Muliadi disangka KPK sebagai representasi Bupati Gafur Masud dalam menerima maupun mengelola fee dari berbagai proyek. Pada akhirnya, uang tersebut digunakan untuk keperluan Abdul Gafur Mas’ud.

Abdunnur selaku wakil rektor mengaku prihatin dengan kasus yang menjerat Muliadi. Meski demikian, Unmul dipastikan mendukung langkah KPK dan pemerintah mewujudkan reformasi birokrasi lewat pemberantasan korupsi. Korupsi dinilai sangat merugikan keuangan negara. Abdunnur mengingatkan, pejabat dan ASN harus berupaya meningkatkan kepercayaan dan pelayanan publik.

“Yang perlu dicatat, yang bersangkutan kini bukan dosen Unmul lagi karena sudah mutasi ke Pemkab PPU,” tegasnya. Sementara Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Unmul, Bohari Yusuf, menilai, keterlibatan Nur Afifah sama sekali tidak berhubungan dengan Unmul. Begitu pula Plt Sekkab PPU, Muliadi, yang bukan lagi dosen Unmul. “Itu urusan personal. Tidak ada hubungannya dengan Unmul. Kami selalu menekankan budaya antikorupsi bahkan sejak mahasiswa di semester satu. Dosen selalu mengajarkan mahasiswa untuk menjaga integritas kita sebagai intelektual,” tegasnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img