BALIKPAPAN – Korban jiwa akibat kecelakaan lalu-lintas di simpang Muara Rapak terus berjatuhan. Malangnya, rencana pembangunan jalan layang atau flyover yang muncul sejak 2010, tak pernah terwujud.
Di tahun 2014, Pemkot Balikpapan sempat membuat kajian hingga disimpulkan biaya pembangunan flyover mencapai Rp 200 miliar. Tapi karena biayanya terlampau besar, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi meminta Pemprov Kaltim ikut membantu pembiayaannya.
“Panjang flyover 550 meter, lebar 20 meter untuk 4 jalur. Ditambah lahan 1,5 hektare. Total biaya waktu itu sekitar Rp 200 miliar,” kata Wali Kota Balikpapan periode 2011-2021, saat dikonfirmasi wartawan Jumat (21/1/2022).
Karena kecelakaan berujung korban jiwa di simpang Muara Rapak tak kunjung berhenti, Pemkot Balikpapan terus meminta Pemprov maupun DPRD Kaltim memberikan jawaban terkait rencana tersebut. Akhirnya pada tahun 2020, datang jawaban bahwa Pemprov akan mengambilalih pembangunannya.
Pemkot Balikpapan, lanjut Rizal, lantas menyerahkan semua dokumen kajian tadi ke Pemprov. Oleh Pemprov, lantas dibuat rencanan kerja rinci atau DED serta analisis dampak lingkungan (Amdal). “Kami diberitahu pembangunan flyover akan diperjuangkan di APBD perubahan 2020,” ungkap Rizal.
Kabar bahagia itu ternyata sulit terealisasi. Informasi yang didapat Rizal, DPRD dan Pemprov terlibat perdebatan panjang, membahas apakah akan diperjuangkan di APBD-P atau APBD Kaltim 2021.
Sampai akhirnya muncul informasi bahwa pembangunan flyover akan diserahkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Karena jalan Soekarno-Hatta adalah jalan nasional,” kata Rizal, mengungkap alasan penolakan.
Diakuinya, simpang Muara Rapak tak hanya vital bagi arus transportasi manusia tapi juga barang. Simpang Muara Rapak yang salah satu ruasnya menghubungkan Jl Soekarno-Hatta ke Jl Ahmad Yani, menjadi jalur utama kendaraan berat dari Pelabuhan Kariangau menuju RDMP Pertamina dan Pelabuhan Semayang.
Dengan begitu, sulit menghentikan kendaraan berat lalu-lalang di jalur tersebut. Agar kecelakaan tak terus terulang, Pemkot Balikpapan akhirnya mengeluarkan pembatasan waktu operasional kendaraan berat, dari malam hingga selepas subuh.
Masalah lain, tambah Rizal, ruas Jl Soekarno-Hatta adalah jalan nasional, sementara Jl A Yani tanggung jawab pihak Pemkot. Tanpa ada koordinasi lintas instansi, semua rencana tadi tak bisa terwujud.
Suara pesimistis soal segera terwujudnya flyover Muara Rapak, muncul dari Muhammad Adam Sinte, anggota DPRD Kaltim dapil Balikpapan. Adam Sinte mengaku sudah maksimal memperjuangkan flyover Muara Rapak di legislatif, namun hasilnya terhenti.
“Kalau kita bilang masih lama (pembangunan flyover), ya pasti masih lama. Karena proses yang sudah pernah kita mulai, bahkan terhenti,” katanya. Diungkapkannya, sempat ada kesepakatan antara DPRD dan Pemprov Kaltim untuk memasukan pembangunan flyover dalam APBD-P Kaltim.
Kesepakatan ini diambil setelah kedua pihak tak sepakat untuk memasukannya dalam APBD murni 2020-2021. Kabar teranyar yang didapat Adam Sinte, proyek tersebut akan diambil pemerintah pusat (PUPR) karena berkaitan dengan kepindahan ibu kota negara (IKN) atau Nusantara.
Jika masih lama, Adam Sinte berharap Pemprov Kaltim mengeluarkan kebijakan berupa surat edaran atau sejenisnya, yang isinya mengatur jadwal operasional kendaraan berat di simpang Muara Rapak. Aturan itu nantinya memperkuat surat edaran yang telah diterbitkan Pemkot Balikpapan sebelumnya.
Namun kalau bisa memilih, Adam Sinte lebih mengusulkan jalur truk bertonase berat dialihkan dari Muara Rapak. “Saya tidak setuju kalau hanya sekadar mengatur jam kapan boleh tidaknya melintas (di Muara Rapak). Karena tadi pagi (Jumat) sudah ada kejadian (lakalantas berujung maut),” katanya. (prs)