spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Maksimalkan Konten Tepat untuk Dongkrak Bisnis Kelapa Sawit

SAMARINDA – Bukan perkara mudah membuat masyarakat awam memahami bahwa bisnis kelapa sawit adalah bisnis bersama dengan peluang jangka panjang yang sangat menjanjikan.

Meski Indonesia menjadi penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, prestasi itu ‘redup’ seiring pemberitaan miring terkait operasional kelapa sawit yang cenderung tak memihak orang banyak dan menjadi perusak lingkungan.

“Padahal, terbukti total ekspor CPO di tengah pandemi 2020 lalu, tembus 22,97 juta dolar AS. Termasuk yang terbesar di dunia. Melibatkan 2,3 juta petani dan tenaga kerja hingga 4,4 juta orang. Kontribusinya yang sangat besar bagi roda perekonomian negeri di tengah himpitan ekonomi global,” ucap Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi pada Journalist Fellowship and Training Batch II 2021 Wilayah Kalimantan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan belum lama ini.

Sayangnya data itu tak diketahui banyak orang. Ya, sejak puluhan tahun lalu, industri kelapa sawit negeri, harus berhadapan dengan brand negatif yang dibentuk akibat persaingan dagang global.

Negara eropa dengan balutan kelompok pencinta alamnya, sedemikian rupa mendoktrin dunia, bahwa perkembangan kelapa sawit negeri kita berdampak buruk bagi semua elemen sekitarnya. Baik pengaruh lingkungan, maupun sosial.

Sayangnya misi itu berhasil. Tak hanya memengaruhi negara lain, citra negatif itu bahkan mampu membuat kebanyakan warga Indonesia terdoktrin bahwa industri kelapa sawit, bukanlah ‘apa-apa’, selain bisnis yang menguntungkan bagi sedikit orang saja.

Kampanye hitam terhadap kelapa sawit negeri ini terus bermunculan. Semakin intens di era media sosial dengan konten-konten menohok yang datang dari luar negeri. Khususnya Eropa.

“Isu menohoknya itu selalu seputar lingkungan, deforestasi, kesehatan, kesenjangan sosial, infrastruktur pendukung, hingga hambatan ekspor,” kata Hendry Ch, Wakil Ketua Dewan Pers, pada acara yang sama.

Ia merinci, sederet isu itu sudah ada sejak bertahun-tahun lalu dan telah membentuk imej buruk perkebunan kelapa sawit. Padahal, di sisi perekonomian negeri, sawit banyak menyumbang devisa negara.

“Dari sisi perekonomian, kedaulatan pangan dan kedaulatan energi, kelapa sawit punya peran vital. Penting bagi jurnalis untuk melihat dari kacamata yang lebih luas, dan lebih berimbang dalam pemberitaan agar posisi kelapa sawit kita dimata dunia semakin baik,” bebernya.

Banyak tidak diketahui umum, pengelolaan kelapa sawit di negeri ini sudah punya sejumlah aturan ketat terkait perizinan berlapis dan bertahap, pengelolaan lingkungan, tenaga kerja, dan standardisasi produksi. Sayangnya, proses itu belum diimbangi dengan sosialisasi optimal di masyarakat.

Sinergi dengan pemerintah juga berbuah manis. Belakangan harga tandan buah segar (TBS) melonjak nyaris menyentuh Rp3.000 per kilogram. Kenaikan yang turut disebabkan pemanfaatan produk sawit untuk campuran BBM dalam program B30 oleh pemerintah.

Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulis Tjakrawan menjelaskan, biosolar adalah solusi untuk dua masalah sekaligus. Yaitu ketahanan energi dan tuntutan energi hijau.

Pada aspek lingkungan hidup, Biosolar memiliki sifat yang tidak beracun dan diproduksi dari tanaman yang berkesinambungan. “Emisi gas rumah kaca lebih kecil,” katanya.

Menjadikan biodiesel sebagai ketahanan energi di Indonesia sangatlah menjanjikan. Bahan baku tersedia masif. Prosesnya ekonomis, dapat diperbarui, ramah lingkungan dan berada dalam zona ekuatorial dengan pancaran sinar matahari sepanjang tahun.

“Biodiesel dari Senyawa Turunan Minyak Sawit dengan bauran 30% (B30) hingga D100 (100 persen nabati, Red.) kelak akan memberikan dampak yang luar biasa di semua aspek,” jelasnya.

Saat ini pihaknya tengah mengkaji penggunaan B40 atau campuran minyak nabati 40 persen dan solar 60 persen. Menurutnya, penerapan program biosolar tak hanya akan mengurangi impor BBM, tapi juga akan menghemat devisa negara. “Dampak penurunan ongkos produksi dari pencampuran minyak nabati dengan solar, besar bagi penghematan devisa,” tuturnya.

Tak hanya soal eksistensinya. Pengolahan sawit juga punya dampak bagus dilintas sektoral. Salah satunya, langkah revolusioner di mana Kalimantan Selatan (Kalsel) telah berhasil mengembangkan pola perpaduan perkebunan sawit dan peternakan sapi.

Proses yang diklaim efektif dengan biaya operasional rendah. Didukung kerjasama dengan pemerintah Australia, Kalsel telah menjadi satu-satunya daerah di tanah air yang menjadi pilot project nasional.

“Ekosistem berjalan. Semua bagian sawit termanfaatkan oleh pemeliharaan sapi. Limbah sapi bisa bermanfaat untuk perawatan sawit,” kata drh. Suparmi,M. Si, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan.

Ia juga menjelaskan, masyarakat seharusnya tak khawatir soal pembukaan lahan baru kelapa sawit. Karena prosesnya tak mudah, sangat panjang dengan persyaratan yang tak mudah.

Terkait penolakan investasi sawit pada kabupaten tertentu adalah kebijakan masing-masing daerah. “Di tanah air, ada 26 daerah produksi sawit. Pembukaan lahannya, prosesnya panjang dengan melibatkan banyak SKPD dan 14 kementerian dan lembaga. Jadi tidak ujug-ujug muncul. Itu harus dipahami jika mau mendemo atau protes,” katanya.

Tantangan terbesar dari perusahaan kelapa sawit adalah bersinergi dengan semua pihak untuk meyakinkan dunia bahwa semua hujatan dan isu miring terkait operasionalnya, tak sepenuhnya benar.

Seperti disampaikan Ketua PWI Kalsel Zainal Helmy, isu negatif kelapa sawit, tak jauh-jauh dari lingkungan, infrastruktur jalan dan sengketa lahan. “Itu yang masih jadi dilema. Nah, tugas kita bersama menciptakan ekosistem yang menghubungkan titik-titik yang mewakili banyak pihak, lebih berkolaborasi supaya sawit tak lagi disalahkan sebagai perusak lingkungan, penyebab banjir, pembunuh orang utan dan lain sebagainya,” katanya.

Ia meminta semua pihak paham. Isu yang dihembuskan itu berasal dari produsen asal Eropa yang bisnisnya minyak non nabati-nya berhadapan langsung dengan produksi sawit tanah air. “Ini perang dagang. Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit dunia,” sebutnya.

Padahal, potensi sawit tanah air, dikelola pada total lahan 16,3 juta hektare. Tak sampai 10% dari daratan Indonesia. “Bayangkan bagaimana keuntungan negeri ini jika area operasionalnya kita perluas,” tuturnya. “Akan kita bentuk pola-pola kerjasama yang nantinya berujung sosialisasi brand dan konten lintas platform positif pengolahan kelapa sawit tanah air,” tambahnya.

Tentu menarik dinanti pola kerjasama bagaimana yang ditempuh pelaku komoditi potensial ini dengan media. Mengingat konten negatif kelapa sawit, terus menggempur di medsos.

Pola paling sederhana, adalah bagaimana memahamkan positifnya bisnis ini dengan konten yang simpel dan mudah dipahami. Karena menggunakan penjelasan dengan angka-angka ribet grafik perkembangan sawit, tak mudah dipahami banyak orang.

Bukti nyata dan dan contoh sederhana dari sisi positif pengelolaan kelapa sawit, lebih mudah dicerna mengingat pola konten medsos modern adalah tidak bertele-tele simple dan mudah dipahami.

“Akan ada masanya beragam pola itu kita terapkan. Yang pasti semua cara akan kita coba, agar citra positif kelapa sawit, terbentuk dengan baik. Setidaknya untuk warga negeri ini. Tentu saja dengan pendekatan konten yang berbeda dan sesuai. Kalau proses ini berjalan lancar, semakin mudah merangkul masyarakat membuat potensi peningkatan perekonomian dari komoditi ini melonjak,” pungkasnya. (adi)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img