SANGATTA — Ketua Komisi D DPRD Kutai Timur, Julfansyah, mengkritisi pelaksanaan program beasiswa yang dijalankan Pemerintah Kabupaten Kutim. Menurutnya, baik Beasiswa Kutim Tuntas maupun Beasiswa Stimulan masih belum menyasar kelompok yang benar-benar membutuhkan secara adil dan merata.
“Masih banyak laporan di lapangan bahwa pemberian beasiswa tidak tepat sasaran. Kadang ada kesan pilih kasih, penerimanya berasal dari kalangan tertentu saja,” ungkap Julfansyah usai mengikuti rapat Badan Musyawarah DPRD Kutim.
Ia menegaskan bahwa program bantuan pendidikan ini harus didasarkan pada prinsip keadilan dan transparansi, serta diiringi dengan pengawasan ketat agar tidak melenceng dari tujuan awalnya.
Dalam APBD 2024, Pemkab Kutim telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp19,3 miliar untuk mendanai dua skema beasiswa tersebut. Rinciannya, Beasiswa Kutim Tuntas mencakup 300 mahasiswa diploma dan strata 1 (S1), 80 mahasiswa strata 2 (S2), serta 17 mahasiswa dalam program kerja sama pendidikan. Sementara itu, Beasiswa Stimulan dialokasikan untuk 380 mahasiswa D3 dan S1, 100 mahasiswa S2, dan 2.500 siswa tingkat SMA/SMK sederajat.
Julfansyah menyoroti ketentuan teknis yang berbeda dari dua skema beasiswa tersebut. Beasiswa Kutim Tuntas mensyaratkan akreditasi kampus dan program studi minimal B serta IPK minimal 3, sedangkan Beasiswa Stimulan lebih fleksibel, dengan ketentuan akreditasi minimal C dan IPK minimal 2,75.
Namun, menurutnya, aturan yang ketat pun tidak akan berdampak positif jika penerapannya di lapangan tidak diawasi secara serius.
Selain soal beasiswa, ia juga menyoroti pelaksanaan program bantuan pendidikan lainnya seperti pemberian seragam dan buku gratis bagi pelajar di Kutim, yang dianggap belum berjalan optimal.
“Anggaran sudah besar, tapi kalau pelaksanaannya tidak maksimal, itu jadi sia-sia. Kita harus pastikan program ini benar-benar tepat sasaran karena menyangkut masa depan anak-anak kita,” tandasnya. (adv)
Editor: Agus Susanto