SAMARINDA – Lima bulan pasca tewasnya Rusel (60), tokoh adat Dayak asal Dusun Muara Kate, Kabupaten Paser, kasus dugaan pembunuhan berencana yang menimpanya belum menemukan titik terang. Hingga kini, aparat penegak hukum belum menetapkan satu pun tersangka dalam peristiwa tragis yang terjadi pada Jumat dini hari, 15 November 2024 lalu.
Rusel diketahui merupakan salah satu warga yang vokal menolak aktivitas hauling batu bara di wilayahnya. Ia ditemukan tewas dengan luka gorokan di leher saat tertidur setelah berjaga di posko penolakan jalur hauling. Aksi brutal itu terjadi sekitar pukul 04.30 Wita, diduga dilakukan oleh orang tak dikenal.
Keterlambatan dalam penanganan kasus ini memicu kemarahan warga serta para aktivis hak asasi manusia (HAM). Selasa (15/4/2025), Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Mereka mendesak pengungkapan kasus secara tuntas dan menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat.
Kepergian Rusel meninggalkan kesan yang mendalam tentang bagaimana perjuangan warga Dusun Muara Kate dalam mendapatkan haknya. Ketidaknyamanan dan potensi bahaya akibat aktivitas hauling yang menggunakan jalan umum yang kerap kali menimbulkan gesekan dari masyarakat.
Kabar kekecewaan datang dari pendamping warga Dusun Muara Kate, Mey Christie yang mengaku geram dengan kinerja aparat hukum dan pemerintah dalam mengungkap kasus tersebut.
“Sekarang kami mengharapkan siapa? Kepolisian? Sudah lima bulan kasus ini berjalan tapi tidak ada hasilnya. Mengharapkan pemerintah? Sampe saat ini pun belum ada statement apapun. Negara jelas membunuh rakyat,” tegasnya.
Mey menambahkan, kematian Rusel merupakan pembunuhan berencana. Ia menilai, ada maksud dan tujuan terselubung dari tragedi yang menimpa seorang warga yang sedang melakukan penutupan jalan untuk aktivitas hauling.
“Harus cari pelakunya, dan benar pelakunya. Ini ada otaknya, ini rangkaian. Kami yakini ini sudah terseting dengan rapi, ada dalang besar di sini. Yang jelas pembunuhan itu dimaksudkan agar hauling tetap berjalan,” jelasnya.
Senada dengan Mey, salah seorang warga Muara Kate bernama Warta mengungkapkan, selama lima bulan ke belakang, ada oknum polisi yang sempat melakukan lobby untuk pembukaan aktivitas hauling batu bara di sana
Pihaknya kecewa atas sikap oknum polisi yang seharusnya mengayomi masyarakat justru menjadi kaki tangan perusahaan. Oknum tersebut melakukan upaya negosiasi agar aktivitas Hauling dapat beroperasi kembali.
“Mereka mengajak untuk berkoodinasi, supaya aktivitas hauling batu bara bisa kembali beroperasi. Dia sama sekali tidak memikirkan kasus pembantaian itu,” ungkapnya.
Keresahan masyarakat Dusun Muara Kate semakin menjadi-jadi tak kala tersangka juga belum ditemukan oleh pihak berwajib. Untuk itu, Warta menuntut kepolisian bergerak cepat mengungkap pelaku tragedi berdarah.
“Kami menuntut polisi harus serius dalam melakukan penyelidikan, ini kasus sudah lima bulan belum ditemukan tersangkanya siapa, Mau berharap ke siapa lagi, kalau bukan ke kepolisian untuk mengusut kasus ini,” pungkasnya.
Aksi kemanusiaan itu meminta Pemerintah Provinsi dan aparat hukum dapat mengawal kasus secara hukum, dan bertindak tegas terhadap aktivitas tambang ilegal, terutama mengungkap pelaku pembunuhan. Tak hanya itu, mereka mendesak PT Mentimin Coal Mining untuk bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan dan berhenti melakukan aktivitas hauling di jalan umum, serta pencabutan izin usaha perusahaan PT Mentimin Coal Mining.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Nicha R