spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kewenangan Beralih ke Pemerintah Provinsi, Peran Diskan Berau Kelola Konservasi Kepulauan Derawan Hilang

BERAU – Pengelolaan kawasan konservasi di Kepulauan Derawan dan perairan sekitarnya mengalami perubahan signifikan sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana, kewenangan pengelolaan tidak lagi berada di tangan Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Berau, melainkan telah beralih ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim.

Sekretaris Diskan Berau, Yunda Zuliarsih, mengungkapkan bahwa Berau merupakan daerah pertama di Indonesia yang menginisiasi kawasan konservasi dari tingkat daerah, bahkan sebelum Raja Ampat.

Kawasan ini, kata dia, pertama kali diusulkan pada 2013 dengan nama Tambak Pesisir Kepulauan Derawan. Kemudian, pada 2016, kawasan tersebut resmi ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan (KKP3K-KDPS).

Namun, setelah adanya perubahan regulasi, ia mengatakan bahwa Diskan Berau harus menyerahkan pengelolaan kawasan konservasi tersebut ke DKP Provinsi Kaltim. Dirinya pun mengaku bahwa perubahan ini tentunya berdampak pada keterlibatan pihaknya dalam pengelolaan konservasi.

“Suka tidak suka, kami harus menyerahkan pengelolaan kawasan konservasi ini ke DKP Provinsi. Sampai saat ini, mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaannya,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).

Tak hanya itu, pihaknya juga tidak lagi memiliki kewenangan dalam menjalin kemitraan dengan NGO untuk pengembangan konservasi. Segala bentuk kerja sama kini menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.

“Jadi kita tidak memiliki kewenangan untuk melakukan kemitraan. Semua menjadi kewenangan provinsi, meskipun tidak sesuai harapan,” tuturnya.

Yunda mengaku, jika Diskan Berau masih memiliki kendali atas kebijakan konservasi di sekitar pulau-pulau kecil Kepulauan Derawan, maka aktifitas pengeboman ikan dapat lebih teratasi.

“Dulu kami bekerja sama dengan masyarakat untuk membentuk pengawasan ketat. Bahkan, mereka yang dulu melakukan pengeboman ikan akhirnya sadar akan pentingnya konservasi dan jumlah pelanggaran bisa ditekan,” bebernya.

“Kami sudah mendukung pengelolaan kawasan konservasi sejak 2016, tetapi kini semuanya ada di tangan provinsi. Sayangnya, mereka tidak pernah melibatkan kami dalam pengelolaan ini, padahal kami yang membangun sistem sejak awal,” pungkasnya. (srn/dez)

Reporter: Sahruddin
Editor: Dezwan

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img