spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kasus Korupsi Perusda BKS: Direktur Utama PT GBU Resmi Ditahan

SAMARINDA – Dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 21,2 miliar kembali menyeret seorang petinggi perusahaan tambang ke balik jeruji. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) resmi menetapkan dan menahan MNH, Direktur Utama PT GBU, sebagai tersangka baru dalam skandal pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) yang terjadi pada 2017-2020.

Penetapan tersangka dan penahanan MNH dilakukan pada Selasa, 25 Februari 2025. Tim Jaksa Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kaltim telah memperoleh setidaknya dua alat bukti yang cukup, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yang menunjukkan keterlibatan MNH dalam kasus ini.

“Penetapan tersangka ini dilakukan setelah tim penyidik memperoleh setidak-tidaknya dua alat bukti yang cukup sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP, terkait keterlibatan tersangka MNH dalam perkara dimaksud,” ujar Toni Yuswanto, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim.

MNH menjadi tersangka keempat dalam kasus ini. Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga tersangka lain, yakni: IGS – Direktur Utama Perusda Pertambangan BKS, NJ – Kuasa Direktur CV ALG., dan SR – Direktur Utama PT RPB.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, MNH langsung ditahan di rumah tahanan (Rutan) selama 20 hari ke depan.

“Penahanan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pasal yang disangkakan terhadap MNH diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, serta adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana,” terangnya.

Kasus ini bermula dari kerja sama jual beli batu bara yang dilakukan oleh Perusda Pertambangan BKS dengan lima perusahaan swasta pada tahun 2017-2019. Total dana yang terlibat dalam kerja sama tersebut mencapai Rp 25.884.551.338.

Dalam pelaksanaannya, kerja sama ini diduga dilakukan tanpa melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Kerja sama ini tidak mendapatkan persetujuan dari badan pengawas dan gubernur selaku KPM, tidak ada proposal, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, dan manajemen risiko pihak ketiga,” katanya.

Akibatnya, kerja sama ini gagal dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 21.202.001.888, sesuai dengan laporan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal tersebut sesuai dengan peran masing-masing dalam kasus ini,” pungkasnya.

Penulis: Dimas
Editor: Agus S

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img