Sebagai “penyandang” warna hitam pada empathy di Temu Bakat, saya jarang sekali menangis untuk orang lain. Tapi di hajian tahun ini, entah berapa kali tangis ini tumpah untuk orang lain yang bahkan tidak saya kenal.
Salah satu pasalnya adalah situasi dan kondisi berhaji tahun ini sangat berat dibanding musim haji di tahun-tahun sebelumnya.
AWAL MUAWAL PERMASALAHAN
Permasalahan dimulai saat adanya kebijakan dari pihak Saudi dalam pengurusan Armina yang semula dikelola oleh Muasasah Asia Tenggara ke pihak “terpilih” yang notabene belum teruji dalam menghandle jamaah saat Armina. Tersebutlah nama Flyn*s, Mashar*q, Guest Ba*t, dan beberapa nama lain yang terpilih tersebut.
Jadi, kejadian crowdednya pelaksanaan haji di Saudi tidak terkait dengan Kemenag. Karena yang memilih Mashariq untuk urus jamaah haji reguler bukan ditangan Kementerian Haji Indonesia.
Nama-nama tersebut rupanya mem-vendorkan urusan busnya ke pihak ketiga, urusan catering juga ke pihak ke-tiga, yang pada akhirnya tidak bisa ditelusuri siapa yang bikin rusuh hingga ada kejadian jamaah ada yang tidak terangkut bus, ada kejadian makan tidak manusiawi, tenda overload, dll. Bisa jadi dari yang terpilih tadi salah order, atau bisa jadi vendornya yang wan prestasi.
PELAYANAN ARMINA TERBURUK
Yang jelas, kejadian pelaksanaan Armina tahun ini saya katakan terburuk sepanjang 20 tahun saya mengikuti perkembangan haji Indonesia.
Buruknya pelayanan haji ini tidak hanya menimpa jamaah haji reguler Indonesia, tapi juga terjadi pada jamaah haji furoda baik yang upgrade maktab ataupun tidak.
Sebagai informasi, Furoda adalah cara untuk mendapatkan visa haji tanpa antri. Ada yang memang mengambil maktab standar furoda, ada yang upgrade, ada juga yang tidak menggunakan fasilitas yang ada di sistem masaer saat apply visa furoda di sistem. Jadi, wajar jika jamaah furoda pun mengalami bus yang tidak ada dan mendapat makanan yabg tidak seperti standar naqabah dan makan di Armina sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
KASUS DEMI KASUS
Kejadian bus terlambat itu kasus biasa, tapi kalau sampai tidak ada, itu kasus fatal! Bayangkan ada jamaah yang menggunakan visa haji yang harusnya mendapatkan fasilitas Armina, justru harus sewa bus sendiri ke Arafah karena bus yang sudah dibayar saat beli visa tidak juga datang hingga tanggal 9 Dzulhijjah pagi.
Ada juga jamaah yang harus geret-geret kopor berkilo-kilo karena bus tidak berhenti di depan maktab.
Belum lagi pengangkutan ke Muzdalifahnya yang jadwalnya baru diangkut menjelang subuh. Termasuk lagi angkutan dari Muzdalifah ke Mina yang tidak datang hingga bikin jamaah ngemper di Muzdalifah hingga menjelang dzuhur yang terik dalam kondisi dehidrasi karena panasnya mencapai 45 derajat ditambah lagi perut kosong karena tidak dapat makan.
Allah karemm. Saya yang empathy-nya hitam pun berkali-kali menangis melihat ini.
Selain memikirkan kondisi fisik jamaah, saya juga sedih melihat banyak yang jadwal bimbingan hajinya berantakan karena sikon yang kacau.
Di maktab furoda 258, schedule wukuf bersama tidak terlaksana karena tenda laki dan perempuan terpisah. Pengajian yang layaknya diadakan selepas ashar dan maghrib gagal total karena jamaah setenda dengan jamaah dari negara lain yang tidak sebahasa. Mau khutbah wukuf dan shalat berjamaah pun nyaris gagal karena jamaah Mesir yang ada di tenda perempuan tidak mengizinkan laki-laki masuk untuk memberikan khutbah wukuf.
Betul-betul kacau!
Alhasil, banyak travel/KBIHU yang menyelamatkan diri masing-masing demi menyempurnakan pelaksanaan haji jamaahnya.
Ada yang sewa kendaraan yang totalnya hingga nyaris 50jt per route nya. Ada yang milih bayar dam karena tidak bisa mabit, dll dll. Sementara jamaah dari negara lain milih jalan kaki dari Arafah ke Muzdalifah, Mina, hingga kembali ke Mekkah untuk Ifadhah dan Sai.
Ya, kejadian ini jauuuuhh dari standar hajian tahun sebelumnya. Kejadian kapasitas tenda yang over load hingga banyak jamaah yang milih tidur di jalan atau di tenda logistik baik di Arafah maupun Mina jadi solusi ketika tidak ada pilihan lain yang manusiawi.
Logikanya ketika jumlah gelang yang dicetak sama dengan kapasitas tenda, tentu kejadian jamaah tidak dapat tenda tidak akan terjadi. Tapi kenyatannya, banyak yang non visa haji berhasil masuk ke tenda maktab haji reguler dan sebagian yang kena sweeping kemudian dikeluarkan dari tenda dan dibawa ke arah Jeddah dengan sebelumnya diproses sidik jari. Di mana logikanya? Maktab 60 yang haji reguler kecolongan ratusan jamaah non visa haji tapi punya gelang maktab? Saya nggak paham. Betul-betul saya nggak paham
Allah karemm…
Ah, sedih lah pokoknya.
Tapi semua kembali ke qadarallah, ini sudah ketentuan Allah.
Yang sudah ya sudah. Tapi perlu dievaluasi untuk dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan haji ke depannya. Jika sudah menyangkut kebijakan dari Saudi, sejatinya G to G Indonesia dengan Saudi diperkuat. Mengingat jamaah haji Indonesia pualing banyak setiap tahunnya. Sejatinya, bergaining posisi kita juga kuat. Sejatinya. Mekkah, 13 Dzulhijjah 1444. (*)
Penulis: Elly Lubis, yang akrab disapa Mbak Butet
Pengusaha Haji Umrah yang Sudah 20 Tahun Jadi Pembimbing Haji-Umrah