spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Jelang Pemilu Tambang Makin Bikin Kaltim Pilu, Jatam Catat 166 Tambang Ilegal di Kawasan IKN

SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat bahwa terdapat 166 tambang ilegal yang aktif di kawasan Ibu Kota Negara (IKN).

Jatam menyebut bahwa dari 18 partai politik yang berpartisipasi dalam kontestasi politik mendatang, belum ada satu pun partai politik yang mengangkat isu penting ini.

Persoalan ini disuarakan oleh Jatam Kaltim saat menggelar aksi peringatan Hari Anti Tambang di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Jalan Gajah Mada, Samarinda, pada Senin (29/5/2023).

Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, mengatakan bahwa aksi ini menuntut Gubernur untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal tersebut.

Pada peringatan Hari Anti Tambang tanggal 29 Mei ini, menjelang pemilu 2024, Jatam menilai bahwa dalam lima tahun terakhir ini, terkait isu penting persoalan tambang masih dijalankan oleh sekelompok orang yang berkuasa (oligarki).

“Kami melihat bahwa dalam lima tahun terakhir masih terjadi pengaruh oligarki, yang artinya pemilu masih dikuasai oleh oligarki,” jelas Mareta.

Dalam aksi tersebut, Jatam membentangkan spanduk yang bertuliskan “Jelang Pemilu, Tambang Makin Bikin Kaltim Pilu”.

Tuntutan yang diajukan oleh Jatam adalah menolak perpanjangan industri ekstraktif di Kalimantan Timur, mendesak pemulihan kawasan yang telah dihancurkan oleh pertambangan, dan mendesak agar pihak kepolisian segera menuntaskan masalah tambang batu bara ilegal yang semakin marak terjadi.

Selain itu, Jatam menolak munculnya perpanjangan izin baru untuk segala jenis usaha pembongkaran seperti tambang batu bara dan pembangunan smelter nikel.

Jatam Kaltim menilai bahwa pemberian izin usaha tersebut didorong oleh adanya aliran dana untuk pemilu yang akan datang pada 2024, yang diberikan oleh para pengusaha tambang di Kaltim.

Terlebih lagi, Undang-Undang Minerba yang dihasilkan setelah pemilu 2019-2020 telah menghilangkan berbagai kewenangan di daerah, sehingga seolah-olah mengabaikan hak-hak masyarakat di daerah. (rls/yah)

16.4k Pengikut
Mengikuti