spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Isran Disebut Gubernur Masa Bodoh

SAMARINDA – Febi Abdi (25)  yang hilang di kolam bekas tambang batu bara di Kelurahan Makroman, Sambutan, Samarinda, ditemukan tak bernyawa. Aparat negara tengah menyelidiki lubang maut tersebut. Jatuhnya korban ke-40 ini juga memantik kritik dari penggiat lingkungan. Para aktivis dan mahasiswa menyematkan “penghargaan” Gubernur Masa Bodoh kepada Isran Noor, orang nomor satu di Kaltim ini.

Febi sebelumnya ditemukan mengapung dalam kondisi meninggal dunia pada Senin, 1 November 2021, pukul 22.20 Wita. Koordinator Basarnas Unit Siaga SAR Samarinda, Dwi Adi Wibowo, mengatakan, korban ditemukan kurang lebih 20 meter dari titik terakhir tenggelam.

Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Anwar Busra menjelaskan, pemerintah daerah tidak lagi memiliki kewenangan mengurusi minerba. Meski demikian, Anwar Busra mengaku, telah memerintahkan inspektur tambang menginvestigasi lokasi tenggelamnya Febi.

Koordinator Inspektur Tambang Kaltim, Darlina, membenarkan timnya tengah menyelidiki kolam bekas tambang milik CV Arjuna di Makroman. Akan tetapi, ia belum membeberkan hasilnya karena penyelidikan masih berlangsung. Ia hanya menyampaikan, dalam penyelidikan ini, CV Arjuna tak kooperatif.

“Nanti kami kasih tahu (hasilnya). Belum bisa komentar apa-apa dulu karena ini masih simpang siur. Perusahaan yang susah ini,” ucap Darlina.

Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, kolam buatan yang menjadi tempat FA tenggelam adalah milik CV Arjuna. Perusahaan tambang batu bara tersebut mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) produksi pada 6 September 2014. Masa berlaku IUP dengan luas konsesi 1.452 hektare itu berakhir pada 6 September 2021.

Gubernur Masa Bodoh

Febi adalah korban ke-40 yang meninggal di lubang tambang sepanjang 2011 hingga 2021. Dari jumlah itu, sebelas korban di antaranya pada masa pemerintahan Gubernur Isran Noor sejak 2018 hingga 2021. Korban yang terus-menerus berjatuhan membuat mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil mempertanyakan kinerja Gubernur. Mereka menilai, Isran membiarkan kejadian ini tanpa upaya reklamasi dan penegakan hukum bagi perusahaan nakal.

“Hal ini menunjukkan sifat masa bodoh kepala daerah selaku pemberi izin. Karena itu, koalisi masyarakat sipil memberikan penghargaan kepada Isran Noor sebagai “Gubernur Masa Bodoh”,” terang Buyung Marajo dari Pokja 30 dalam keterangan tertulis yang diterima kaltimkece.id, Rabu, 3 November 2021.

Pernyataan tersebut keluar dari koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Jatam Kaltim, Pokja 30, Walhi Kaltim, Saksi Fakultas Hukum Unmul, dan LBH Samarinda. Para aktivis menilai, gubernur selama tiga tahun ini telah abai dan mendiamkan kejadian ini.

“Piagam penghargaan tersebut kami berikan di depan Kantor Gubernur Kaltim,” imbuh Pradarma Rupang, dinamisator Jatam Kaltim.

Ia menambahkan, ancaman lubang tambang masih menghantui. Di sekujur Kaltim, masih ada 1.735 lubang bekas tambang. Sementara itu, di Samarinda, ada 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan. Bekas galian ini terus menjadi bom waktu jika tak mendapat perhatian serta tindakan pemerintah.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai, problem berulang ini muncul dari model ekonomi ekstraktif yang mengabaikan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat. “Sudah seharusnya beralih ke ekonomi tanding yang bersih, berkelanjutan, dan tidak mematikan” ucap Yohana Tiko, direktur Walhi Kaltim.

Akademikus Fakultas Hukum, Unmul, Herdiansyah Hamzah, menambahkan bahwa kewajiban reklamasi dan pascatambang mutlak di tangan pemegang izin. Dalam ketentuan Pasal 161B ayat (1) UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, jelas Herdiansyah, disebutkan secara eksplisit bahwa, “Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah”.

Bahkan dalam ketentuan Pasal 164 UU a quo, pelaku tindak pidana juga dapat dikenai hukuman tambahan. Bentuknya berupa perampasan barang, perampasan keuntungan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut.

kaltimkece.id menemui Isran Noor setelah welcome dinner Rapat Kerja Komisariat Wilayah V, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, Regional Kalimantan, di Hotel Mercure, Samarinda, Rabu malam, 3 November 2021. Gubernur tidak memberikan komentar. Ketika dijelaskan penghargaan “Gubernur Masa Bodoh”, Isran hanya menjawab, “Apa, apa itu, apa itu?”

Media ini berusaha menjelaskan duduk permasalahannya. Gubernur tetap tak banyak menanggapi. “Sekarang, urusan tambang tanya di Jakarta, Oke?” (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti