spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Inara, Tak Bisa Ke Lain Hati

Cerbung bagian-3

Oleh : Muthi’ Masfu’ah

Salam

Apa kabarnya? Semoga sehat selalu…

Ya, mas… Alhamdulillah sehat semangattt ….

Sudah Mas, kirim naskahnya ya. Tapi baru beberapa sub judul.

Oh iya, Mas. Sebentar Uty baca ya. Mas jaga kesehatannya ya.

Iya insyaallah.

Uty baca dulu ya. Terima kasih Mas…

Chatting singkat pagi ini membelah sunyi di ruang kamar aku yang penuh dengan buku, alat gambar dan laktop kesayangan aku. Mas… Seorang yang sabar, gak terlalu banyak bicara tapi mengalir banget orangnya. Adem di hati. Mas salah satu yang konsul tentang karyanya, selain beberapa teman baru juga teman lama termasuk juga bunda Inara yang cantik itu.

Yap aku juga masih di kota minyak Balikpapan belum pulang ke kota aku. Mungkin satu dua hari lagi. Masih mendengarkan cerita bunda Tias-6yang panjang dan putrinya yang tak kalah cantik dan anggun. Masyallah keluarga yang penyabar juga… Tiba-tiba aku tersadar… Bahagia dikelilingi orang baik yang membuat kita ikutan sabar dan tenang.

Aku membuka email dari mas… Dan membaca pelan-pelan naskah kisah hidupnya sekaligus mengedit naskahnya …

KENANGAN MASA KECIL DAN KISAH SAAT PRA TK

Aku sangat berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya. Kebanyakan mereka barangkali sangat dekat dengan keluarga dan  orangtuanya, mendapatkan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya, berbeda dengan yang aku alami.

Tetapi apapun kondisinya aku akan terus dan selalu bersyukur pada-Nya, atas segala nikmat dan karunia-Nya, kepada kami selaku hamba-Nya. Walaupun kondisi aku jauh dari orangtua dan keluarga semua karena nasib/taqdir yang berbeda dengan orang pada umumnya.

Aku ditakdirkan sebagai anak desa yang sangat sederhana, orangtua yang jauh di sana merantau di kota metropolitan, semata demi kasih sayangnya untuk anak-anaknya agar dapat bertahan hidup dan dapat sekolah di kampung halamannya sampai jenjang yang dicita-citakannya.

Itulah perjuangan dan kasih sayang orangtua kami sekeluarga. Walaupun dalam hati, kami ingin selalu berkumpul bersama setiap hari setiap waktu. Itulah takdir terindah kami sebagai anak perantauan, orangtua tahunya mencari rezeki untuk biaya hidup dan sekolah anak-anak tercintanya.

“Ibu…Buuu…,” teriakku riang memanggil budhe…

Yap, kami hidup di desa bersama budhe (kakak ibu) yang memang tidak mempunyai keluarga baik suami maupun anak, sehingga kami semua terbiasa memanggilnya ibu atau mamak.

Budhe lah yang selalu merawat, mengasuh, membersamai kami semua di rumah kampung halaman dengan segala cerita suka dan dukanya. Begitu indah dan mengharukan.

Apapun itu, kami sangat menghargai dan menyayangi budhe kami yang dengan tulus ikhlas mau dan berkenan merawat dan menjaga kami. Bahkan juga membantu meringankan beban kami sekeluarga.

Apapun itu, budhe sangat berjasa dalam keluarga kami, semoga menjadi amal sholeh dan pemberat kebaikan di yaumil akhir nanti untuk budheku.

Setelah lahir dari rahim ibuku, justru budhe lah yang mengasuh, merawat dan membesarkan kami bersama kakak dan adik-adikku. Ayah dan ibu bekerja mencari uang buat biaya hidup kami. Sehingga masa kecilku, budhelah yang sangat berjasa merawat dan membesarkan kami semua. Hingga kini aku sangat sayang dan ber terimakasih kepada budhe, semoga sehat selalu dan panjang usianya. Setiap aku kembali ke kampung, memori indahku mengharu biru..

Ingat pengalaman masa kecilku disana…

BUDHEKU YANG SELALU SABAR

Alhamdulillah, budhe yang selalu sabar menemaniku sekolah TK. Masa kecilku bahagia bersama budhe yang setia menemaniku, anak satu-satunya laki-laki di keluargaku.

Setiap orangtua pastilah menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sukses dan berhasil, baik dari segi pendidikan maupun pekerjaannya.

Biarlah orangtua susah payah membanting tulang bekerja keras mencari nafkah untuk biaya hidup dan sekolah anak-anaknya, yang penting mereka anak-anaknya bisa berhasil dan bisa lebih baik dari orangtuanya. Kebanyakkan orangtua berpikir demikian, termasuk juga orangtuaku. Kemuliaan untuk mereka yang telah kerjakeras untuk kami anak-anaknya.

Itulah cita-cita dari semua orangtua termasuk kedua orangtua kami sekeluarga.

Menjelang usia sekolah, saya didaftarkan di TK dekat rumah walaupun berbeda kelurahan, harus melewati sungai dan menyebrang jembatan dengan jalanan yang masih becek di waktu itu karena belum beraspal seperti sekarang ini. Saya bersama dua teman tetanggaku, akhirnya sama-sama diterima di TK yang sama.

Kami ke sekolah berangkat selalu bersama, selalu jalan bertiga. Tetapi unik dan anehnya, saya yang harus selalu ditemani oleh budhe ketika ke sekolah. Dua temenku sudah biasa ke sekolah sendiri tanpa ditemani, tetapi saya masih inget, selalu budhe mengantarkan ke sekolah dan budhe selalu menunggui di luar kelas. Begitu sabarnya beliau terhadapku…

Ya Allah….masa kecilku yang masih manja dan penakut ya …. Sungguh berjasa sekali budhe dengan sabarnya selalu ikut bersekolah membersamai aku di TK.

Sewaktu belajar di bangku sekolah TK, ada kejadian yang membuat saya tidak begitu nyaman dan bahagia untuk terus bersekolah.

Di bangku sekolah, ada pengalaman yang membekas padaku… Yah, pembulyan.. teman-temanku, kanan dan kiri yang selalu membulyku, usil dan suka menggangguku sampai membuat aku menangis dan terus menangis.

Yang sangat menyedihkan, saat itu aku sempat berpikir, dalam hati… Ketika aku menangis, mengapa guruku tidak mengetahui, melihat, tak perduli dan mencoba menyapaku? Menanyakan kenapa aku sedih dan menangis waktu itu.

Akhirnya sebuah keputusan besar, hal inilah yang membuat aku harus putus sekolah TK. Kenangan pilu inipun melekat dalam ingatanku.

Sehingga renungan untuk  para guru TK dan orangtua  untuk selalu berusaha lebih dekat, menghadirkan hati yang penuh rasa kasih dan sayang, perhatian dan terus membersamai putra putri dan anak didik buah hatinya dengan ketulusan. Sehingga didikan penuh cinta pada anak-anak akan berbekas  seumur hidup mereka dan rasa kasih sayang itu akan dipraktekkan kepada teman-temannya untuk perduli dengan sesama, tanpa pilah pilih teman dalam berkawan…

Mendalam, menyentuh di hati naskah yang ditulis mas… sudah berhasil aku edit naskahnya, alhamdulillah. Yap, membacanya seolah kita hadir menyaksikan bagaimana kita berada dalam situasi dan kondisi ketika mas masih pra TK juga saat TK di desa yang begitu melekat olehnya… Jika dilanjutkan naskah ini hingga tuntas tentu akan menjadi hikmah sendiri bagi siapapun yang membacanya…. Tulisku pada email yg sebentar aku kirimkan untuknya…

Masih ada belasan naskah yang kurang, jika dituliskan point-point pentingnya, aku bisa menyambungkannya dalam bahasaku. Seperti Temen TK- ku yang selalu usil dan jahil, Akhirnya putus sekolah TK, Pengalaman masuk SD dengan penuh cerita, nilai merah terbanyak dari bawah (16), Mengulang kembali di SD kelas 1, Mulai menemukan kemampuan diri dengan masuk 3 dan 5 besar di kelas, Prestasi saat lomba catur tingkat SD se Kecamatan, Kisah pilu saat lomba tingkat Kabupaten., Akhirnya masuk RS, Tiba saatnya mencari sekolah SMP, Kisah pilu, haru dan percaya diri saat sekolah naik sepeda BMX, Percaya diri mencari sekolah SMA, Menguasai 1 buku dan Ikut berprestasi menjadi juara LCCG tingkat Jateng dan DIY walau kondisi sederhana, Naluri, instink dan motivasi diri kuliah di IKIP di Semarang sekaligus menulis di setiap buku dengan tulisan IKIP di Semarang, Kesempatan PMDK masuk kuliah tanpa tes di Jurusan Pend.Biologi FMIPA, Kenyataan itu datang juga, dapat kiriman surat dari kantor pos, Senang, haru dan bahagianya seorang ibu mendengar berita itu, Perjuangan bersama ayah mengurus proses masuk IKIP di Semarang, Sayangnya orangtua kala masih kuliah lihat saat masa-masa OSPEK, Perjuangan banget menyelesaikan skripsi, Akhirnya lulus juga S1, wisuda bersama istri dan 2 anak serta orangtua, Kuliah S2 di Jakarta secara mandiri. Masyaallah aku membaca draf judul-judul naskahnya sangat menarik.

Draf naskah sebagus ini sayang sekali bila tidak diteruskan. Semoga mas dapat lapang waktu untuk menuntaskan mengerjakan naskah bukunya, sebuah pengalaman hidup yang sangat berharga dapat baik untuk dibaca orang lain. Tuliskan dalam email untuknya.

***

            Sore itu aku duduk bersama Bunda Tias di taman belakangnya yang asri. Bunda Tias salah satu yang konsul padaku tentang naskah cerpennya. Padahal ia juga penulis artikel dann opini yang sudah senior. Walau kadang aku tak cukup pintar untuk mengedit naskahnya, tapi pengalaman hidup yang luar biasa bunda Inara mendorongku untuk terus membantunya. Aku masih punya PR untuk membaca naskah cerpen sekaligus mengedit naskahnya.

Bunda Tias yang tegar, yang telah beberapa tahun ditinggal wafat oleh suami tercintanya dan tetap memilih hidup sendiri bersama putrinya yang akan terus ia kuatkan, karena sama serupa nasib dengannya… putrinya yang belum bisa menerima kepergian suami yang ia cintai, bahkan pernah beberapa kali nyaris bunuh diri bahkan upaya melenyapkan bayi yang yang dikandungnya. Tegar, Bunda Tias** yakin ia akan melalui semua ini…

Aku membaca kembali naskah cerpennya yang 90 % dari kisah nyata kehidupannya.

“Tanti, kenapa gak mau nemani Ayu ke mall sebentar Anak?” tanya Bunda Inara pada Tanti putri tercintanya.

“Bunda…. Tanti kan sudah pernah bilang… Kalau Tanti belum bisa ke mall dekat rumah kita… Bukan kenapa Bunda….” Tanti terdiam tak melanjutkan kata-katanya. Inara dapat merasakan gemuruh hati Tanti… dan mata bening Tanti yang mulai berkaca.

“Tanti, ingat Mas… Ingat Mas, kalo pergi ke mall Bunda…. apalagi kalo Tanti…. lewat di deretan pakaian kemeja dan sepatu laki-laki… Tanti langsung ingat Mas…  Tanti gak kuat Bunda…” tangis Tanti pecah di pangkuan bunda Inara. Perih… Bunda Inara dapat merasakan mendalamnya cinta Tanti pada Mas, suaminya…. Hingga Inara tak mampu menyampaikan bahwa Mas sudah benar-benar tak akan pernah kembali di dunia… Tanti belum siap menerima kenyataan itu… Terlalu dalam cinta itu… Terlalu melekat sayang itu… Persis seperti yang Inara alami, betapa ia pun tak mampu pindah ke lain hati… kepergian suaminya pun sangat berbekas dalam hatinya yang bening…

Aku membacanya dengan rasa sesak di dada. Aku merasakan apa yang sesungguhnya dirasakan bunda Tias… Yap, bahkan tanpa ia katakan…

Bunda Tias memberikan diari Tanti padanya, Tanti putri sesungguhnya yang benar ada disisinya, yang masih terus berjuang membesarkan Ayu anak satu-satunya Tanti, *buah hati bersama mas yang sangat ia cintai.

Aku membuka lembaran buku yang wangi berwarna pink itu…

Tidak usah menyapaku atau membalas sapaanku. Cukup diam di tempatmu dan hiduplah dengan baik. Tolong jangan menghilang, maksudku kau boleh hilang dari pandanganku tapi tolong jangan bilang sepenuhnya.

Tolong lakukanlah sesuatu setiap harinya agar aku tahu kau masih ada di dunia ini…  Agar aku tahu bagaimana keadaanmu.

Meskipun aku terus berusaha mengikhlaskanmu dan tidak mencarimu seperti dulu tapi aku masih akan terus peduli jadi hiduplah dengan baik dan bermanfaat untuk siapapun.

Saat ini dan seterusnya… Aku berusaha menghapus satu nama dalam hidupku. Aku menghapus dalam sejarahku…

Mudah?

Tidak, aku tidak mampu… Tapi harus aku lakukan demi kesehatan mentalku. Walau aku tahu, aku tidak mampu melakukannya. Walaupun harus mengerahkan sisa tenaga yang aku punya. Allah kuatkan aku…

Selama aku bisa dan terus belajar mengikhlaskanmu dan berdoa untuk keselamatanmu tiap hari dan setai detik waktuku, agar Mas diberi kemudahan dalam menjalankan apapun adalah caraku mencintaimu kali ini.

Aku tidak akan memintamu untuk berbicara kepadaku, walaupun satu kata, mungkin… cukup seperti ini saja. Mungkin inikah yang terbaik dari Allah..? Yah,  biarkan aku mendoakanmu, mungkin hanya ini yang aku mampu saat ini. Aku mungkin jauh untuk berharap bisa bercerita bagaimana hariku dan bagaimana harimu. Aku menjadi pasif sejak aku paham ternyata Mas hampir tak mungkin kembali. Aku tak tahu, apakah Mas memang  tidak perlu tanggung jawab atas apapun yang aku rasakan. Semoga apapun yang kamu kerjakan apapun yang sedang kamu impikan secepatnya dapat lebih kemudahan atas apapun itu. Bahkan sampai detik ini, aku masih sangat mencintaimu. Tulisanku yang akan dibaca banyak orang, biar mereka tahu kalau Mas itu orang baik dan aku percaya itu. Aku tak salah membalas cinta dan sayang Mas dan aku yakin sebaliknya…

Gemuruh hati Tanti

April 2023

 

“Tanti masih sangat mencintai Mas, Bunda ?” tanyaku pada Bunda Tias.

Bunda Tias menggores kelabu di wajahnya.

“Bahkan lebih dari yang kita kira, begitu sangat dalamnya. Walau itu semua tidak bisa kita salahkan…”

Ya, cinta memang tidak pernah salah, tapi bagaimana cara kita bangkit untuk meneruskan kehidupan yang masih panjang terbentang menjadi sebuah keharusan…

Bunda Tias mengajakku menyantap Kolak pisang singkongnya yang lezat. Ayu cucu cantiknya datang sambil memeluknya dan bercanda penuh riang hari itu…

Bahagia itu akan selalu datang… Kehidupan apapun akan terus berjalan dengan beribu kebaikan bersama orang-orang yang baik di tempat yang baik dengan hati-hati yang tulus saling mencintai. Jika saat ini masih ada ruang yang kosong… Allah akan selalu merubahkannya menjadi bahagia sempurna, di saat yang benar-benar tepat menurutNya…

***

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti