SAMARINDA – Di tengah maraknya kamera digital dan kecanggihan smartphone yang serba instan, sekelompok anak muda di Samarinda justru kembali menengok masa lalu. Melalui komunitas Analog Klab Samarinda, mereka mencoba menghidupkan kembali nuansa fotografi klasik dengan kamera analog yang perlahan mulai dilupakan.
Lewat sebuah workshop bertajuk “Pursuit of Portrait Photography” yang digelar di Café Bhumi, Jalan APT Pranoto, Samarinda Seberang, Sabtu (5/4/2025), peserta diajak mengenal dan merasakan kembali proses pemotretan menggunakan kamera analog, lengkap dengan pencucian film secara manual. Workshop ini tak hanya menjadi ruang belajar, namun juga ajang nostalgia yang menyenangkan.
Ferly, salah satu penyelenggara sekaligus anggota komunitas Analog Klab Samarinda, menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali sensasi fotografi analog yang kini mulai dilirik kembali oleh sebagian masyarakat, terutama generasi muda.
“Seenggaknya (dari kegiatan ini) orang-orang bisa kembali merasakan dan mengakses film (komponen utama kamera analog) di Samarinda. selain itu buat memarketkan atau memberi tahu kalau ternyata antusiasmenya masih ada nih, orang-orang yang memakai kamera film,” ungkap Ferly sebagai pihak penyelenggara sekaligus bagian dari komunitas Analog Klab Samarinda kepada Media Kaltim.
Menurutnya, belakangan ini masyarakat telah meninggalkan foto cetak yang biasanya dibingkai dan dipamerkan di ruangan. Masyarakat hari ini hampir tidak lagi mengapresiasi foto fisik, selain dari foto yang tersimpan dalam memori handphone saja.
“Kayak foto, upload habis itu udah, kayak tidak ada outputnya,” katanya.
Dengan kegiatan tersebut, setidaknya ia bersama rekan-rekan dapat memperkenalkan kembali bahwa sebelum era digital, kamera analog menjadi primadona fotografi dan masih ada peminatnya. Selain itu, dengan saling memfoto, peserta diajak untuk berinteraksi satu sama lain dan menjalin hubungan antara mereka, kamera analog serta teman-teman.
Uniknya, peserta workshop kebanyakan merupakan generasi kelahiran 2003 ke atas, yang tidak tumbuh di era kamera film. Justru dari ketidaktahuan itulah muncul rasa ingin tahu dan antusiasme untuk mencoba sesuatu yang berbeda dari era mereka.
Sehingga proses kamera analog seakan menemukan peminatnya kembali meski zaman kian jauh semakin canggih.
“Dengan hadirnya teknologi, justru malah sekarang dapat mengintegrasikan si analog ini dengan kecanggihan modern. Bahkan ada beberapa alat-alat dimana kamera tahun 70-80-an tidak memiliki teknologi pengukur cahaya. Nah kemudian diintegrasikan dengan alat yang lebih canggih, sehingga meningkatkan kualitas foto dari kamera film tersebut,” ucap Ferly.
Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Nicha R