SAYA banyak kenal orang Madura di Balikpapan. Profesinya ada yang jadi ustaz dan ulama. Tapi terbanyak bergerak di sektor perdagangan. Mulai jual soto, gado-gado dan sate, pedagang durian, dan buah-buahan sampai kontraktor serta menjual bahan bangunan. Termasuk juga jual beli besi tua dan jamu madura.
Hal yang sama juga di Samarinda dan daerah lainnya. Malah nasi kuning terenak tempo hari di Jl P Flores dan Pasar Pagi dibuat orang Madura. Juga soto di Jl Veteran, dekat BCA pemiliknya juga keturunan Madura. Tapi saya tak pernah dengar ada masalah dengan kehadiran mereka itu.
Tapi belakangan secara nasional heboh dengan kehadiran Warung Madura. Pemberitaan di media televisi dan medsos ramai banget. Yang dituding dan di-bully adalah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM). Lembaga ini dinilai punya rencana membatasi waktu jualan Warung Madura tidak boleh sampai 24 jam. Itu gara-gara pernyataan dari Sekretaris Kemenkop dan UKM, Arif Rahman Hakim.
Awal cerita disebut-sebut isu ini muncul dari kasus di Klungkung, Bali. Kabarnya pengusaha minimarket di sana mengeluh omzet mereka menurun karena ada Warung Madura yang buka nonstop sepanjang siang dan malam. Lalu ada rencana membatasi. Jadinya heboh ke mana-mana.
Klungkung adalah salah satu kabupaten di Bali. Ibu kotanya adalah Semarapura. Nama ibu kotanya kalah tenar dengan nama kabupatennya. Dia berbatasan dengan Kabupaten Bangli dan Karangasem dengan jumlah penduduk sekitar 250 ribu jiwa. Namanya bagian dari Bali, maka jualannya pasti objek pariwisata.
Belakangan menurut detikBali, memang ada pembatasan di Bali. Warung Madura hanya boleh buka sampai pukul 00:00 saja. Alasannya, antara lain berkaitan dengan penertiban administrasi penduduk pendatang dan perihal keamanan.
Biasanya yang terdengar selama ini warung rakyat tergusur dan kalah dengan toko ritel modern. Tapi yang menarik sekarang Warung Madura atau ada yang menyebut dengan bahasa keren, “Madura Mart” bisa mengalahkan minimarket. Ini benar-benar kejutan dan seharusnya layak lebih kita apresiasi.
Waktu saya menjadi wali kota, saya pernah diadili Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) gara-gara membatasi pendirian ritel modern. Tapi sekarang minimarket baik punya lokal maupun nasional sudah masuk sampai ke pelosok-pelosok. Malah ada juga yang buka selama 24 jam.
Warung Madura yang ramai diperbincangkan publik sekarang banyak bertebaran di Pulau Jawa termasuk Bali. Dia memang termasuk jenis warung kelontongan seperti yang dilakukan minimarket yang ada. Semua barang kebutuhan pokok ada. Hebatnya, mereka bisa melayani penjualan dalam waktu apa pun. Sekarang bukan hanya barang kelontongan saja yang ada, tetapi juga melayani pulsa, token listrik sampai bensin eceran.
Dari laman Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, diceritakan sejarah lahirnya Warung Madura di Jakarta. Mulanya sejumlah orang Madura merantau ke Ibu Kota sekitar tahun 1990-an. Mereka merintis usaha mulai jualan kayu asal Kalimantan dan barang bekas sampai akhirnya bisnis barang kelontongan. Karena jualan barang kelontongan cepat berkembang dan merambah ke berbagai sudut kota, akhirnya warga setempat akrab menyebutnya sebagai Warung Madura.
Dari karya ilmiah yang dipublikasikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terungkap, soal buka warung 24 jam itu adalah strategi dagang Warung Madura yang tidak dimiliki warung lain. Ketika warung lain tutup di tengah malam atau dini hari, maka bagi mereka yang membutuhkan barang kelontongan bisa lari ke Warung Madura.
Warung Madura juga tak mengalami kesulitan dalam urusan menjaga warung. Biasanya mereka memboyong sanak keluarga. Jadi bisa shift-shift-an alias bergantian. Bisa juga ganti-gantian dengan suami, istri dan anak-anak.
Keistimewaan yang lain dari Warung Madura adalahnya barangnya lengkap dengan harga terjangkau. Tak jarang lebih miring dari minimarket. Soalnya mereka tak banyak mengambil keuntungan. Karena itu banyak langganannya. Tak jarang juga bagi pelanggan yang sudah dikenal baik boleh berutang.
Biasanya di depan Warung Madura tak ada petugas parkir resmi atau liar. Jadi pembeli tak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Ini juga membuat nyaman pembeli karena tak dikejar-kejar petugas parkir atau “Pak Ogah.”
Orang Madura memang salah satu perantau ulung. Apalagi falsafah kehidupannya memang tahan banting. “Asapo’ angin, abanthal ombak selanjanjangngha.” Mereka ibarat berselimutkan angin kencang lautan dan berbantalkan ombak sepanjang masa.
Pemilik Warung Madura umumnya sudah berhaji. Atau setidaknya sudah melaksanakan umrah. Itu memang sudah menjadi salah satu tujuan hidupnya. Uang keuntungan dikumpulkan lalu berangkat ke Tanah Suci. Haji adalah kebanggaan dan prestise hidup.
TAMBAL BAN DAN DURIAN
Warung Madura di Jl MT Haryono Balikpapan punya diversifikasi usaha hebat juga. Dia memang bukan jualan kelontongan. Tapi tambal ban. Uniknya kalau lagi musim durian, dia juga jual durian, duku atau jeruk bali. Bayangkan rasanya tidak ada dalam rumus dagang, tukang tambal ban, ya sekalian juga jualan durian. Tapi faktanya itu ada. Yang penting menghasilkan uang.
Di Balikpapan, ada juga Warung Madura jualan kelontongan. Salah satunya Toko Sembako Arrasyidi, milik Pak Rasyidi (36) di kawasan Gunung Malang, Jl Mayjen Sutoyo. Buka 24 jam. Lokasinya tidak tanggung-tanggung, yakni berseberangan langsung dengan Yova Supermart. Perang dagang beneran ini. Tapi dia tidak gentar. “Alhamdulillah lancar-lancar saja,” katanya tersenyum.
Dia mengakui beberapa keluarganya di Klungkung sempat mengeluh. Tapi sekarang sudah beres setelah pejabat dari Kemenkop UKM turun. “Kemenkop UKM bersama Pemkab Klungkung berpihak pada UMKM. Jadi tidak ada larangan buka 24 jam,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM Yulius didampingi Pj Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika.
Yulius menegaskan juga, warung-warung kelontong justru mendatangkan manfaat nyata bagi masyarakat karena bisa menyerap produk lokal dengan jam operasional yang sangat fleksibel.
Rosyidi kaget ketika saya singgah ke warungnya petang kemarin. “Pak Rizal wali kota ya?” katanya seraya langsung memeluk. Suasana Warung Arrosyidi cukup lengkap. Semua kebutuhan rumah tangga ada. Dia mau menjamu saya, tapi keburu saya mau magriban di masjid.
Umumnya warung tradisional termasuk Warung Madura hanya kalah dalam penampilan. Suasana toko modern pasti lebih terang dan rapi. Ada fasilitas toilet dan sebagainya. Tapi Warung Madura tetap laku. Omzetnya mulai ratusan ribu, puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah. “Alhamdulillah kami bisa hidup,” kata Rosyidi, ayah 3 anak berasal dari Sumenep.
Merasa dituding banyak pihak, Menkop UKM Teten Masduki terpaksa memberikan klarifikasi. Dia membantah ada rencana melarang Warung Madura atau toko kelontong sejenisnya bukan selama 24 jam.
“Kami jamin dan pastikan tidak ada kebijakan Kemenkop dan UKM untuk membatasi jam operasional warung atau toko kelontong milik masyarakat. Tidak ada itu,” tegas Teten dalam konferensi pers di kantor Kemenkop UKM, Jakarta Selatan, Selasa (30/4) lalu.
Dia juga menjelaskan pihak Kemenkop dan UKM telah mengecek Perda Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan toko swalayan. “Ternyata yang dibatasi jam operasional hanya retail modern, bukan Warung Madura atau warung milik rakyat,” tandasnya.
Sesuai instruksi Presiden Jokowi, kata Menteri, pemerintah termasuk di tingkat provinsi, kabupaten dan kota tidak diperbolehkan melakukan pelarangan. Justru sebaliknya kita semua harus berpihak kepada UMKM.
Forum Mahasiswa Madura (Formad) sempat mengeluarkan pernyataan yang menyayangkan adanya larangan atau imbauan soal pembatasan jam operasional terhadap Warung Madura. “Seharusnya Kemenkop UKM tidak sampai begitu. Pasalnya keberadaan Warung Madura buka 24 jam malah membantu masyarakat,” kata mereka.
Demikian juga dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi). “Seharusnya Kemenkop-UKM memfasilitasi permodalan atau pengembangan dari pola kerja Warung Madura, bukan sebaliknya melakukan pelarangan,” kata Ketua Umum DPP Ikappi, Abdullah Mansuri.
Ada gimik menarik yang ditampilkan sebuah Warung Madura di Ibu Kota. Dia tulis begini: “Madura mart. Tutup Kalau Sudah Kiamat. (Tapi Masih Buka Setengah Hari). Bayangkan betapa dahsyatnya semangat orang Madura. Warung Madura tetap buka sepanjang siang dan malam tanpa henti, kecuali kalau sudah terjadi hari kiamat. Ya kita pasti tutup semuanya termasuk Warung Madura. Deremma, Cong! (*)
Catatan Rizal Effendi