Catatan Rizal Effendi
DI TENGAH memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2022, Rumah Sakit Umum Daerah dr Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan mendapat kado istimewa. Rumah sakit (RS) milik Pemprov Kaltim ini naik kelas. Dari kelas B naik ke kelas A. Ini menyusul “saudaranya” di Samarinda, RSUD Abdul Wahab Sjahranie, yang lebih dulu di kelas tersebut.
Hanya rumah sakit besar dan lengkap saja yang bisa meraih predikat A. “Sekarang kita setara dengan RSCM Jakarta, RS Persahabatan, dan RS dr Soetomo Surabaya. Itu sangat membanggakan kami,” kata Direktur Utama RSKD, dr Edy Iskandar, Sp PD, Finasim, MARS mengungkap kegembiraannya melalui WA kepada saya.
Untuk diketahui, rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas. RS kelas A ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi (top referral hospital) atau rumah sakit pusat.
Sebagai rujukan tertinggi, maka RS kelas A harus menyediakan layanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik sub-spesialis, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, dan pelayanan penunjang nonklinik.
Untuk bisa dikatakan sebagai RS kelas A, maka rumah sakit itu harus memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat medik spesialis dasar, lima spesialis penunjang medik, 12 medik spesialis lain, dan 13 medik sub-spesialis. Selain itu, jumlah tempat tidur RS kelas A harus minimal berjumlah 400 buah.
Karena itu RS kelas A disebut yang paling tinggi. Di bawahnya kelas B yang sebelumnya melekat pada RSKD. RS kelas B memiliki pelayanan kedokteran medis spesialis luas hingga sub-spesialis terbatas. Biasanya, rumah sakit tipe B juga dijadikan rujukan di rumah sakit daerah tingkat II. Selain RSKD, RS Siloam Balikpapan, RS TNI dr Hardjanto, RSIA H Thaha Bakrie dan RSIA Qurrata Ayun Samarinda, RS AM Parikesit Tenggarong juga tipe atau kelas B.
Peserta BPJS perlu tahu kelas rumah sakit. Selain kelas A dan B, masih ada RS kelas C dan D. RS kelas C biasanya disebut fasilitas kesehatan (faskes) tingkat dua. RS ini menyediakan pelayanan kesehatan dari kedokteran sub-spesialis namun lebih terbatas. RSUD Beriman, RS Pertamina Balikpapan, RSUD Ratu Aji Putri Botung PPU, RS Haji Darjad, RSU Abdoel Moeis, dan RS Dirgahayu Samarinda masih termasuk kelas C.
RS Bersalin Sayang Ibu milik Pemkot Balikpapan di depan lapangan Foni akan ditingkatkan menjadi RS kelas C. Tapi belum apa-apa, saya dengar direkturnya dr Indah sampai mengundurkan diri. Juga permintaan penambahan dana Rp 29 miliar dari Rp 162 miliar di APBD perubahan sepertinya ditolak DPRD karena belum lengkapnya berbagai dokumen termasuk AMDAL-nya. “Kami mendukung pembangunan RS tersebut, tapi kami mempertanyakan payung hukum penambahan anggaran di tengah jalan,” kata Ardiansyah, anggota Komisi IV.
Sedang RS kelas D adalah rumah sakit transisi atau sementara. Umumnya, pasien baik peserta BPJS maupun umum bisa dirujuk ke sini setelah memeriksakan diri ke Puskesmas. Namun ketika kondisi pasien memerlukan penanganan lebih lanjut, maka perlu dirujuk ke rumah sakit tipe C. Begitu selanjutnya.
RS Balikpapan Baru, RSU Bhakti Nugraha, dan RS Kasdim Samarinda termasuk RS kelas D. Jumlah RS di Kaltim berdasarkan data tahun 2021 terdapat 58 rumah sakit, terdiri 1 RS tipe A (sekarang jadi 2), 6 RS tipe B, 31 RS tipe C, 17 RS tipe D dan 3 sisanya masih dalam tipe D pratama.
TERUS BERKEMBANG
Di bawah kepemimpinan dr Edy Iskandar, RSKD terus berkembang. Lokasinya di Jl MT Haryono sangat strategis. Lahannya juga sangat luas, sekitar 24 hektare. Jadi mau bangun apa saja bisa. Kalau tidak salah 12 hektare sudah terpakai. Sisanya jadi lahan hijau. Di situ juga ada Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) milik Kemenkes.
Dari catatan sejarah, RSKD memiliki keterkaitan dengan rumah sakit yang berdiri tahun 1945 di Balikpapan, NICA Hospital, yang dua tahun kemudian berganti nama menjadi GBZ (Government Borgliek Zekenhels) Hospital.
Nama Kanujoso Djatiwibowo diambil dari nama dokter Kanujoso Djatiwibowo, lulusan sekolah kedokteran Genneskundige Hoge School (GHS) Jakarta. Pada saat lagi mengambil spesialis THT, dia ditugasi sebagai kepala rumah sakit di Balikpapan. Dalam usia yang masih muda, 36 tahun, Kanujoso gugur dieksekusi penjajah Jepang pada 20 Juni 1945. Jasadnya dipindahkan dari Tanah Grogot, Paser ke Taman Makam Pahlawan Kembang Kuning Surabaya.
RSKD mulai dibangun tahun 1994 di era kepemimpinan Gubernur HM Ardans, SH. Tiga tahun kemudian rampung dan tepatnya tanggal 19 Agustus 1997, dua hari setelah peringatan HUT ke-52 Kemerdekaan RI, diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto.
Kawasan RSKD terdiri beberapa bangunan. Ada bangunan utama rumah sakit lama, ada bangunan bernama Lavender. Ada pula bangunan bernama Anggrek Hitam. Ada bangunan yang tahun ini akan selesai sebagai gedung perawatan infeksi. Belum diberi nama. Saya usul gedung Jahe Balikpapan (Etlingera balikpapanensis). Tanaman ini ditemukan di Kebun Raya Balikpapan masuk keluarga zingiberaceae (jahe-jahean). Bermanfaat sebagai antioksidan.
Yang menarik RSKD juga punya klinik privat skin dan laser senter Kanujoso. Ini memberi pelayanan kecantikan dan kesehatan wajah. Ditangani oleh dr Ismail, spesialis kulit.
Akhir Maret lalu, Gubernur Dr Isran Noor meresmikan unit pelayanan kanker terpadu (UPKT) RSKD dengan mendatangkan dua mesin penghancur kanker bernilai Rp 60 miliar. Mesin itu bernama Linac (linear particle accelerator) buatan Amerika Serikat. Linac adalah mesin radioterapi yang digunakan sebagai alat terapi radiasi eksternal yang paling umum untuk pasien kanker. Kehadiran UPKT ini menjadi layanan unggulan dari RSKD.
UPKT RSKD diperkuat sekitar 50 tenaga, baik dokter, perawat dan tenaga penunjang lainnya. Di situ ada dr David Andi Wijaya Sp Onk Rad, dokter spesialis onkologi yang dipercaya memimpin. Ada juga dr Ketut Rama Wijaya (spesialis obgyn) dan dr Elsa, spesialis anak dan konsultan hemato onkologi anak satu-satunya di Kaltim.
Rencana kita ke depan, kata dr Edy, RSKD harus melengkapi terus layanan yang kompleks berikut sarana dan prasarana (sarpras) dengan peralatan medis yang canggih. Tidak kurang pentingnya adalah SDM dokter terutama untuk sub-spesialis. Ke depan, RSKD juga akan mengembangkan pelayanan jantung terpadu lengkap dengan bedah jantung terbaik.
Sampai saat ini, RSKD diperkuat sekitar 1.550 pegawai di antaranya terdiri 70 dokter spesialis, 25 dokter umum, 600 tenaga perawat dan sisanya tenaga penunjang dan administrasi.
Ketika menengok seorang teman yang lagi dirawat di RSKD kemarin, saya jadi teringat dengan Pak Tjutjup Suparna, wali kota Balikpapan (1991-2001). Pak Tjutjup sempat menjadi dewan pengawas RSKD. Di RSKD itu juga Pak Tjutjup meninggal dunia, Selasa (4/2) tahun 2020 dalam usia 75 tahun. Perlu juga namanya diabadikan di RSKD. “Balikpapan Kubangun, Kujaga, Kubela,” itu semboyan yang diciptakan Pak Tjutjup. (**)