spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Healing Murah, Cerita Baru dari Tanjung Limau

Tidak banyak yang tahu, di ujung utara Kota Bontang, ada tempat sederhana yang kini berubah menjadi ruang refreshing menyenangkan.

Dulu, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Limau hanya dikenal sebagai lokasi pendaratan dan jual beli ikan. Suasananya khas: aroma laut, suara lelang ikan, dan deretan kapal nelayan.

Tapi sekarang, suasananya jauh lebih bersih, lebih ramah untuk warga pejalan kaki, bahkan sekadar duduk memancing sambil menunggu senja di jembatan sepanjang 130 meter.

Seorang pengunjung bersiap menaiki perahu wisata di dermaga kecil Tanjung Limau, Bontang.
Aktivitas memancing di dermaga Tanjung Limau saat matahari mulai tenggelam. Lokasi ini kini menjadi tempat favorit warga untuk bersantai.

Saya tidak sedang membesar-besarkan. Pekan lalu, saya dan istri mencoba pengalaman baru yang ada di ujung Pelabuhan Tanjung Limau ini. Sebuah perahu tradisional membawa kami menyusuri laut. Rutenya sederhana, dari pelabuhan ke kawasan Masjid Terapung Bontang. Tapi pemandangan yang kami dapatkan, tidak sederhana.

Langit biru yang jernih, air laut yang tenang, masjid megah seolah mengapung, dan siluet pabrik PT Pupuk Kaltim di kejauhan menegaskan identitas Bontang sebagai kota industri di tengah keteduhan lautnya.

Sesampainya di sekitar Masjid Terapung Darul Irsyad Al Muhajirin, perahu berhenti selama kurang lebih 10 menit. Di sini, pemilik kapal membantu kami mengabadikan momen.

Sudut-sudut masjid yang berdiri megah di atas laut, dengan latar belakang kampung atas air Selambai dan kilau cahaya matahari senja, menciptakan pemandangan yang sulit untuk tidak dijepret.

Masjid ini memang menjadi kebanggaan warga Loktuan. Dibangun dengan biaya sekitar Rp60 miliar, masjid ini memiliki arsitektur menyerupai bahtera, lengkap dengan kubah emas, menara tinggi, dan anjungan berkaca yang menjorok ke laut.

Tak hanya sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi destinasi religi dan wisata visual yang mengesankan.

Spanduk promosi “Healing Murah dan Seru di Tanjung Limau” yang menawarkan wisata perahu tradisional menyusuri mangrove dan Masjid Terapung.
Aktivitas memancing di dermaga Tanjung Limau saat matahari mulai tenggelam. Lokasi ini kini menjadi tempat favorit warga untuk bersantai. (Agus/Media Kaltim)
Anak-anak bermain di tangga dermaga Tanjung Limau, yang kini menjadi ruang publik terbuka dan ramah keluarga.

Waktu tempuhnya sekitar 30 menit pulang-pergi. Tarifnya pun murah. Cukup Rp10.000 per orang jika bergabung. Jika ingin sewa satu perahu, cukup Rp50.000, atau minimal lima orang. Maksimal 10 orang. Anak di bawah dua tahun gratis.

Jadwal operasionalnya Sabtu–Minggu pukul 07.00–11.00 dan 16.00–18.00 Wita. Hari biasa bisa reservasi lewat WhatsApp di nomor 0812-3366-3669.

Yang menarik bukan hanya rutenya, tetapi kesederhanaan pengelolaannya. Dermaga kecil di tempat ini memang merupakan fasilitas yang dibangun Pemkot, namun dimanfaatkan pemilik kapal untuk melayani wisatawan.

Di antara dermaga dan jembatan, pemilik kapal menambahkan papan lepas pasang sebagai penghubung agar penumpang bisa naik ke kapal dengan lebih mudah. Dan soal pelayanan, pemilik kapalnya pun punya cerita menarik.

“Alhamdulillah, lumayan kalau hari libur. Kalau hari biasa bisa booking WA, nanti saya atau teman yang bantu antar,” ucap sang pemilik kapal.

Ia melayani bukan hanya warga Bontang, tapi juga wisatawan dari luar kota. Tanpa brosur, tanpa baliho besar, tapi menyebar dari mulut ke mulut. Dan faktanya, kapal tetap berangkat, karena yang datang selalu ada.

Semua ini tentu tak lepas dari revitalisasi besar-besaran di TPI Tanjung Limau. Diresmikan pada 28 Mei 2024, proyek ini menelan anggaran lebih dari Rp9 miliar. Jembatan beton sepanjang 130 meter dibangun, begitu pula gedung Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang kini berdiri kokoh.

Saat peresmian, Wali Kota Bontang Basri Rase menyebut Bontang sebagai penyumbang ikan terbesar di Kaltim. Dan memang benar. Aktivitas di kawasan ini hidup sejak pagi. Tapi kini, tak hanya soal ekonomi perikanan. Ada nilai sosial dan wisata yang mulai tumbuh.

Kadang, yang dibutuhkan bukan bangunan baru, tapi cara pandang baru terhadap tempat yang sudah lama berdiri. Tanjung Limau bukan berubah bentuk, tapi berubah makna—dari tempat kerja menjadi ruang publik yang menyenangkan.

Dan Bontang, diam-diam sedang menyiapkan wajahnya yang lain: kota energi pesisir yang hangat, santai, dan terbuka untuk siapa saja yang ingin berlabuh—meski hanya sebentar. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.