spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harsono dan Ermi Jadel: Bangkit dari Stroke Lewat Usaha Empek-Empek

SUDAH cukup lama saya tidak berbincang panjang dengan H. Harsono, pemilik Empek-Empek Anda Kota Taman yang juga dikenal sebagai Ketua IKA Pakarti Kota Bontang.

Biasanya, kami hanya bersapa singkat saat saya mampir membeli empek-empek di warung lamanya di Km 6, poros Samarinda–Bontang.

Namun, Rabu (11/6/2025) siang tadi, saya bersama tim Media Kaltim mendapat kesempatan lebih dari sekadar menyapa. Kami menyambangi lokasi usaha barunya di Jalan Mulawarman, yang masih dalam tahap pembangunan.

Saya datang bersama Darman (General Manager Media Kaltim), Yahya Yabo (Redaktur), serta dua wartawati kami, Dwi Suliati dan Iqlima Syih Syakurah.

Kedatangan kami bukan hanya untuk bersilaturahmi, tapi juga menyampaikan terima kasih karena Pak Harsono ikut menyokong acara Media Kaltim Fun Run Nusantara di IKN pada 4 Mei lalu.

Bangunan semi permanen itu tampak cukup luas. Dinding berlapis keramik motif bata krem dan cokelat. Area dalamnya mengusung konsep terbuka, berlangit-langit kayu, dipenuhi tanaman hias, dan dilengkapi kursi-kursi ukiran kayu yang khas.

Saya berbincang dengan Harsono (kiri) di ruang utama warung barunya yang sedang dalam pembangunan di Jalan Mulawarman, Bontang.

Di ruang inilah Harsono duduk menyambut kami. Mengenakan kaos bergaris abu-abu dan celana pendek. Wajahnya tetap berseri, meski gerak tangan kanannya masih terbatas. Jalannya juga belum sepenuhnya normal.

Warung makan itu rencananya akan dinamai Ermi Jadel, singkatan dari nama anak-anak yang ia cintai: Era, Milen, Jagad, dan Dela—anak dari saudara istrinya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri sejak usia satu tahun. “Dela sudah ikut sejak kecil, ya saya anggap anak sendiri,” ucapnya.

Obrolan kami kemudian membawa kembali Harsono ke tahun 2021, saat stroke menyerangnya untuk pertama kali. Hanya sepekan setelah ia terpilih sebagai Ketua IKA Pakarti, ia menggelar pertemuan dengan pengurus baru di Bontang Kuring (kini Bontang Nusantara).

Di tengah-tengah acara, ia merasakan kedua kakinya mulai kaku. Saat pulang, ia tetap nekat menyetir mobil dinas milik PT Badak LNG menuju kantor.

Meski ada kolega yang menemaninya di kursi sebelah, Harsono tetap memilih menyetir sendiri karena merasa bertanggung jawab atas kendaraan dinas tersebut. Namun, kondisinya semakin menurun. Sesampainya di kantor, ia akhirnya menyadari tak bisa lagi memaksakan diri dan meminta segera dibawa ke rumah sakit.

Sejak itu, pengobatan panjang dijalaninya. Ia bolak-balik ke Jawa, menjajal berbagai terapi medis dan tradisional. Ia bahkan sempat mengupayakan pengobatan ke dr. Terawan Agus Putranto, dokter yang dikenal fenomenal karena metode brain washing-nya yang kontroversial tapi sempat dipercaya banyak pasien stroke. “Sudah lama antre dapat jadwal, sudah menjalani pengobatan hampir setahun, tapi mungkin belum jodoh untuk bisa sembuh total,” kenangnya.

Kini, Harsono rutin menjalani kontrol di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) Jakarta, rumah sakit rujukan nasional untuk penanganan stroke.

Meski belum pulih sepenuhnya, ia sudah mulai bisa menggerakkan tangan kanannya. “Dulu susah digerakkan, sekarang Alhamdulillah sudah bisa sedikit-sedikit,” ucapnya. Ia tahu, stroke bukan penyakit ringan. “Harus sabar. Datangnya lama, sembuhnya juga lama.”

Namun Harsono tak hanya memikirkan pemulihan. Ia tetap produktif membangun usaha. Warung barunya ditargetkan mulai beroperasi pada Juli mendatang. Menu utamanya tetap andalan: empek-empek, tapi kali ini ditambah dengan sajian khas Nusantara lainnya. “Yang berbeda, nanti ada juga soto Makassar,” katanya.

Tampak depan warung makan baru milik Harsono yang dinamai “Ermi Jadel”, kombinasi nama anak-anaknya. Bangunan ini ditata dengan gaya sederhana dan asri.

Halaman warung itu mulai tertata. Beberapa tanaman hias tampak dirawat rapi di sisi bangunan, ada juga pohon kecil yang ditanam di sudut depan. Tak banyak ornamen, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa tempat ini dirawat dengan perhatian. Ia ingin warungnya terasa nyaman, bukan sekadar untuk makan, tapi juga tempat orang betah duduk lama-lama.

Saat ini, kata Harsono, pembangunan tinggal menyisakan beberapa bagian kecil. “Sekarang tinggal penyelesaian ruang mushola dan tambahan toilet yang masih dalam tahap pembangunan. Sudah 85 persen,” katanya.

Di sela obrolan, saya teringat satu hal yang sederhana tapi berarti. Pak Harsono lahir 13 Juli 1968. Usianya kini 56 tahun. Hampir setiap tahun, ia tak pernah absen memberi dukungan untuk Media Kaltim. Kadang mengirimkan empek-empek saat ulang tahun, kadang menyumbang doorprize, atau sekadar mengirim karangan bunga. Ulang tahunnya hanya berselang sehari dari hari lahir Media Kaltim, 14 Juli 2020. Mungkin itu yang tanpa disadari membuat kami merasa saling dekat. Sama-sama tumbuh perlahan, sama-sama berusaha memberi makna.

Dalam perbincangan itu, saya sempat menyinggung soal politik. Apakah ia pernah punya keinginan untuk masuk partai atau mencalonkan diri sebagai anggota DPRD atau kepala daerah? Jawabannya tegas: tidak. Baginya, justru itu bentuk penurunan. “Kalau sekarang saya bisa bantu orang pakai uang sendiri, nanti kalau jadi pejabat bisa disangka pakai uang negara,” ucapnya. Harsono merasa lebih tenang berada di luar jalur kekuasaan, karena itu membuatnya lebih leluasa untuk menolong. Baginya, jabatan bukan segalanya. Ia lebih senang jika bisa membantu masyarakat, bahkan tak segan menggunakan dana pribadi untuk kegiatan sosial yang ia anggap penting.

Tim Media Kaltim saat duduk bersantai usai berbincang dengan Harsono di warung barunya.

Kini di usianya yang ke-56, ia lebih banyak merenung. Baginya, hidup di usia tua adalah tentang penerimaan. Ia menyebut perlunya persiapan menghadapi masa tua dan kematian. “Kita harus sadar, hidup ini tidak lama. Yang penting kita tinggalkan hal baik, terutama untuk anak cucu,” katanya. Ia mengaku, waktu luangnya kini lebih banyak dihabiskan untuk keluarga.

Saya masih ingat betul, di awal-awal Media Kaltim berdiri. Saat itu, Harsono menjadi salah satu sosok pengusaha UMKM yang paling awal saya datangi dan tulis kisahnya.

Semua bermula dari dapur sederhana di rumah, tempat ia mulai meracik pempek. Siapa sangka, dari tempat itulah muncul produk yang kini jadi buah tangan favorit banyak orang. Bahkan tak jarang, pempek buatannya dibawa ke Palembang—tempat asal makanan itu sendiri.

Harsono bukan sekadar pengusaha kuliner. Ia adalah teladan tentang bagaimana bangkit dari keterbatasan. Saat tubuh diuji, ia tidak menyerah. Justru bergerak, terus berikhtiar, dan melanjutkan tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan pemilik usaha.

Harsono membuktikan bahwa tubuh boleh terbatas, tapi semangat dan tekad tak boleh ikut lumpuh. Justru dari ujian itulah, ia menemukan makna hidup yang sesungguhnya.

Kami pun pamit, membawa pulang bukan sekadar cerita, tapi semangat dari seorang sahabat yang tetap tersenyum dalam ujian. Seorang ayah, pengusaha, dan pejuang stroke yang meyakini bahwa harapan tak pernah hilang, selama kita tak berhenti melangkah. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.