SAMARINDA – Meneruskan tren sejak awal tahun, batu bara pada Februari 2025 berada di USD 104,75 per tonnya. Yang artinya jatuh sekitar USD 0,9 per ton jika merujuk kepada harga batu bara Newcastle.
Salah satu penyebabnya adalah gerak Amerika Serikat (AS) yang disinyalir akan mengekspor batu bara ke India. Padahal India adalah salah satu negara ekspor batu bara Indonesia yang utama. Bahkan itu juga ditunjang oleh persetujuan dengan empat tambang batu bara di Australia.
Pada 11 Februari 2025, harga batu bara ditutup dengan USD 106,7 per ton. Bahkan diprediksi oleh Reuters, importir India akan terus menurun selama tahun 2025.
Selama ini, pasar batu bara sangat dipengaruhi oleh India dan China. Sedangkan China sedang mengkhawatirkan kelebihan pasokan batu bara global. Sehingga melakukan manuver perang dagang dengan Amerika Serikat.
Purwadi, selaku Pengamat Ekonomi sekaligus Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) mengkhawatirkan tren turunnya harga serta dampaknya untuk Kalimantan Timur. Sejauh ini, Kaltim dari data BPS (Badan Pusat Statistik) di tahun 2023, 89 persen pendapatan ekonominya berasal dari batu bara.
“Kita berharapnya sih tidak terjadi seperti di tahun 2015-2016. Di mana sampai ekonomi kita minus,” ujarnya saat dihubungi Media Kaltim melalui selulernya, Rabu (12/02/2024).
Kekhawatiran itu dapat menimbulkan PHK terhadap pekerja tambang. Di mana saat ini PT. Berau Coal, juga sedang mengalami kesulitan. Dampak ini tentu akan memberikan penurunan pemasukan terhadap perputaran ekonomi di Kaltim.
Kaltim sendiri memang tidak mengelola hasil tambang secara mandiri. Pemasukan batu bara diurus oleh pemerintah pusat sebelum dibagikan ke daerah. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi Kaltim yang sangat bergantung pada hasil batu bara.
“Mudah-mudahan tidak terjadi ke sana (tren terus menurunnya harga batu bara selama 2025), karena secara transformasi ekonomi kita masih belum siap,” jelas Purwadi.
Ketergantungan ekonomi dari batu bara, bagi Purwadi juga akan berdampak secara fluktuatif. Karena pasar global tidak mudah diprediksi dan Kaltim tidak bisa berbuat apa-apa.
Pada akhirnya, Kaltim harus bicara soal transisi energi. Musti dipercepat membangun transformasi ekonomi, demi pula dampak lingkungan hasil tambang yang sampai saat ini juga masih sering dikeluhkan.
“Penikmat ekspor batu bara Kaltim selama ini sih para kapitalisme yg pemilik saham besar di bisnis batu bara tersebut,” tutup Purwadi kepada Media Kaltim.
Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Nicha R





