SAMARINDA – Harga batu bara sempat membubung tinggi pada tahun ini. Perang dagang Cina dengan Australia dan pemulihan ekonomi dunia ditengarai sebagai penyebabnya. Kaltim, yang menggantungkan pendapatan dari emas hitam, mendapatkan buahnya. Akan tetapi, semua cerita tentang kejayaan batu bara ini disebut mulai berakhir.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Timur (KPw-BI Kaltim), Tutuk SH Cahyono, memberikan penjelasan. Perkembangan ekonomi Kaltim pada tahun ini dilaporkan membaik. Hal itu terjadi karena harga batu bara meningkat. Sebagimana diketahui, hampir satu dekade ekonomi provinsi ini menggantungkan pendapatan dari sektor bahan baku energi kotor itu.
“Kita tahu, porsi PDRB (produk domestik regional bruto) batu bara sekitar 50 persen lebih. Dengan porsi yang lebih besar, membuat tambang batu bara terlihat tinggi pada tahun ini,” kata Tutuk kepadaa kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Kamis (16/12/2021) malam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, pada triwulan ketiga, pertumbuhan ekonomi Kaltim adalah 4,51 persen secara year on year (yoy). Sebanyak 3,1 perse di antaranya disumbang sektor pertambangan. Adapun industri pengolahan dan konstruksi, masing-masing menyumbang 0,4 persen. Cina menjadi negara penerima batu bara terbanyak dari Indonesia dengan persentase 135,87 persen (yoy).
Menurut Tutuk, sebenarnya, Negari Tirai Bambu hendak mengurangi penggunaan batu bara sebagai energi. Cina pun dilaporkan telah mengurangi produksi batu baranya. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sejumlah negara, terutama di Eropa, memaksa Cina terus memproduksi industrinya.
“Alhasil, Cina gelagapan karena 65 persen sumber energi mereka, dari batu bara. Sedangkan produksi batu bara domestiknya, dikurangi. Akhirnya, mereka cari (batu bara) di sana-sini,” jelasnya.
Kondisinya semakin parah karena, kata Tutuk, Australia menghentikan pasokan batu bara ke Cina. Dengan tingginya kebutuhan batu bara di Cina dan minimnya ketersediaan itulah yang membuat harga emas hitam melambung tinggi. Indonesia, khususnya Kaltim, merasakan betul hasilnya. Nilai ekspor batu bara provinsi ini tengah membara sejak pertengahan 2021.
Berdasarkan bursa ICE Newcastle, rata-rata harga batu bara pada Juni 2021 adalah USD 11,25 per ton. Bulan berikutnya naik menjadi USD 143 per ton, Agustus USD 152 per ton, September USD 181 per ton, dan Oktober USD 221 per ton. Rentetan kenaikan harga ini menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.
“Pemerintah juga telah menambah kuota ekspor batu bara tahun ini. Di saat bersamaan, Covid-19 melandai dan tingkat vaksinasi masyarakat di Kaltim tinggi. Kondisi ini membuat ekonomi Kaltim naik pesat,” ungkap Tutuk.
Momentum Pengusaha
Pada April 2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) 66.K/HK.02/MEM.B/2021. Isinya mengumumkan bahwa kuota ekspor batu bara dari Indonesia naik, dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton. Momentum peningkatan harga dan penambahan kuota batu bara ini dimanfaatkan pengusaha batu bara dari Kaltim.
“Ya, pasti. Ini adalah momentum yang baik sebagai titik balik yang diharapkan,” terang Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indoneia (APBI) Samarinda, Eko Priyatno.
Penjelasan Eko tersebut selaras dengan data BPS Kaltim yang dipublikasi pada awal Desember 2021. Dalam data tersebut, nilai ekspor batu bara Kaltim medio Juni hingga Oktober 2021 mencapai USD 8.321 juta atau setara dengan Rp 116 triliun, berdasarkan kurs Rp 14 ribu per USD. Dibandingkan tahun lalu pada medio yang sama, jumlah nilai ekspor berbeda jauh. Pada Juni sampai Oktober 2020, nilai ekspor emas hitam Kaltim hanya USD 3.413 juta atau sekitar Rp 47,82 triliun.
Wakil Ketua Umum Bidang Investasi dari Kadin Kaltim, Alexander Soemarno, mengamini pendapat Eko Priyatno. Menurut Alex, panggilan Alexander Soemarno, harga yang melonjak membuat profit batu bara meningkat tajam. Tingginya biaya produksi batu bara pun dirasa masih bisa diimbangi dengan harga jualnya. “Pengusaha batu bara pasti mendapatkan manfaatnya,” ucapnya.
Namun, tingginya nilai ekpsor batu bara itu bukan tanpa masalah. Alex menyebut, sektor pertambangan merupakan kegiatan padat modal yang berarti, serapan tenaga kerjanya minim. Penambahan produksi yang signifikan dinilai tidak selaras dengan penambahan tenaga kerja di Kaltim. Tambang, bagi Alex, tidak banyak mengandalkan tenaga manusia tapi juga menggunakan peralatan seperti alat berat.
“Beda halnya dengan padat karya yang melibatkan banyak orang. Kayak pertanian, naik sedikit saja, tenaga kerjanya banyak yang terlibat,” katanya.
Cerita tentang kejayaan batu bara ini kemungkinan akan berakhir. Berdasarkan bursa ICE Newcastle, harga batu bara pada Senin, 13 Desember 2021, kemarin, yang sebesar USD 164,24 per ton. Harganya naik pada Jumat, 17 Desember 2021, yakni USD 168,50 per ton. Meski demikian, kenaikan tersebut tidak signifikan bila dibandingkan pada Juni–Oktober 2021 yang mencapai USD 221 per ton. Kepala KPw-BI Kaltim, Tutuk SH Cahyono, meyakini, penurunan harga batu bara terus berlanjut sampai 2022 mendatang.
“Bisa dibilang, musim semi batu bara di Kaltim berakhir tahun ini,” sebut Tutuk.
Penurunan harga batu bara yang lebih konsisten, sebut Tutuk, akan mulai terlihat pada semester dua tahun depan. BI Kaltim memprediksi, ekonomi Kaltim pada tahun 2022 berada di kisaran 3-4 persen, tetap tumbuh positif namun tidak sebesar tahun ini. Sedangkan pada semester satu 2022, Bumi Mulawarman masih tertolong karena Cina tengah mengadakan olimpiade musim dingin. Kebutuhan batu bara di negara tersebut masih besar. Akan tetapi, Tutuk memperingatkan, Kaltim harus mewaspadai dampak negatif dari penurunan harga batu bara sejak dini. “Karena dunia sudah mulai memaksa meninggalkan batu bara,” jelasnya.
Tutuk menyimpulkan, secara umum batu bara memang membantu perekonomian Kaltim. Kendati demikian, potensi pendapatan provinsi ini dari sektor lain juga harus diperhatikan. Dengan begitu, provinsi ini diharapkan punya ekonomi yang inklusif, berkesinambungan dan tinggi.
“Potensi Kaltim sangat banyak selain batu bara. Ada sektor wisata hingga UMKM. Kemudian industrialisasi dan optimalisasi potensi besar di EBT dan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus,” tutupnya. (kk)