spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Genjot Lifting Blok Mahakam Terus Dibor

Sebagian lapangan migas yang dikelola PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) memasuki masa tua atau mature. PHM berencana menambah sumur bor baru di Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, untuk mempertahankan tingkat produksi.

Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Senior Manager Relation PT Pertamina Hulu Indonesia, Farah Dewi menyebutkan, PHM menargetkan pengeboran 96 sumur pengembangan dan dua sumur eksplorasi di Blok Mahakam pada 2022. Target itu diharapkan menghasilkan lifting 469,4 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) gas dan 23,6 kilo barel per hari (kbpd) minyak (liquid).

“PHM berkomitmen memaksimalkan recovery dari lapangan migas PHM yang mature dengan tingkat penurunan produksi alamiah yang tinggi,” terang Dewi, Selasa, 26 Oktober 2021.

Target tahun depan meningkat dibandingkan 2021. Tahun ini, PHM mengeksplorasi 73 sumur pengembangan dan dua eksplorasi di Blok Mahakam. Diharapkan, eksplorasi ini menghasilkan lifting gas dan liquid sebanyak 434,9 mmscfd; dan minyak juga kondensat sebesar 22 kbpd.

Dewi menjelaskan, peningkatan produksi merupakan komitmen PHM atas dukungan pemerintah telah memberikan intensif. Meski tak menyebut besaran intensif, dukungan ini penting dalam memaksimalkan produksi dari wilayah kerja Mahakam.

“Hal ini berkaitan dengan target pemerintah mencapai produksi nasional 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas pada 2030,” urai Farah.

Berdasarkan catatan PHI, kegiatan eksplorasi PHM di Blok Mahakam menghasilkan komoditas berupa minyak mentah, kondensat, dan gas. Operasi dan produksi migas di Blok Mahakam sudah berlangsung sejak 1974. Produksi dimulai di laut lepas Pantai Bekapai yang kemudian berlanjut di lapangan Handil dan Tambora. Kemudian produksi gas dihasilkan dari giant field Tunu pada 1990-an.

Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Hairul Anwar, berpendapat bahwa penambahan sumur bor baru di Blok Mahakam merupakan kabar gembira. Kebutuhan minyak mentah di Indonesia bahkan Kaltim, sebagian besar impor.

“Tentu dapat mengurangi impor kita. Selain itu, patut dicatat bahwa biaya eksplorasi tidak murah. Risikonya juga besar dengan hasil tidak pasti,” kata Hairul.

Meminjam data Badan Pusat Statistik Kaltim, medio Januari- Agustus 2021, impor migas Kaltim sebesar 43,96 persen dari total impor provinsi. Detailnya, minyak mentah 31,46 persen; hasil minyak dengan 10,87 persen; dan gas dengan 1,64 persen.

HARGA MINYAK SEDANG MELAMBUNG

Masih dari dunia permigasan, harga minyak mentah tengah meroket di pasar dunia. Pada Senin, 25 Oktober 2021, harga komoditas itu mencapai USD 84,48 per barel. West Texas Intermediate (WTI) mencatat, kenaikan itu mencapai dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (years to date). Sebagai perbandingan, harga minyak pada Januari 2021 masih USD 52,20 per barel.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim (Kpw-BI Kaltim) Tutuk SH Cahyono, menjelaskan, naik dan turunnya harga minyak mentah bergantung permintaan dan penawaran di pasar dunia. “Tinggal dilihat penyebab utamanya. Misalnya, OPEC membatasi produksi, ada musim dingin dan lain-lain,” terang Tutuk.

Tutuk menilai, kenaikan minyak mentah juga tidak terlepas dari meroketnya harga batu bara. Kedua komoditas ini kerap kali naik bersamaan. Ketika satu komoditas energi naik, yang lainnya turut merangkak.

“Saat ini disebabkan meningkatnya permintaan setelah meredanya Covid-19 di beberapa negara dan kondisi buruknya cuaca (musim dingin),” sebut Tutuk.

Indonesia, kata dia, secara netto masih mengimpor minyak mentah. Kenaikan harga minyak mentah akan menekan ekonomi Indonesia. Namun demikian, sambung dia, tidak semua minyak yang diimpor tersebut tertekan. Sebagian impor merupakan milik Pertamina dari hasil eksplorasi di ladang minyak di luar negeri. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti