Pandemi COVID telah menjadi isu serius yang dihadapi oleh negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Terhitung hampir 2 tahun semenjak kasus pertama COVID masuk di Indonesia, virus ini telah memakan banyak korban.
Dan selama itu pula, pemerintah berupaya untuk menekan angka kasus COVID di Indonesia. Salah satu upaya ialah dengan membuat kebijakan yang membatasi aktivitas masyarakat di luar rumah. Dimulai dari aktivitas belajar mengajar, bekerja, dan sebagainya.
Penerapan kebijakan itu menimbulkan rasa bosan karena turunnya interaksi dan konektivitas. Pada akhirnya, khalayak memanfaatkan kemajuan teknologi dengan memilih media sosial dan media massa sebagai sumber informasi dan sarana hiburan, juga agar tetap terhubung satu sama lain.
Karena sajian-sajian berbagai konten dari media-media, sehingga memicu berkembangnya budaya populer. Lull (2000:165) memaknai budaya populer adalah artefak-artefak dan gaya-gaya ekspresi manusia yang berkembang dari kreativitas orang kebanyakan, dan beredar di kalangan orang-orang menurut minat, preferensi, dan selera mereka.
Salah satu ciri dari budaya populer adalah menjadi tren dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, saat kita membicarakan tentang tren, maka itu tak akan jauh dengan budaya populer. Selama masa pandemi ini banyak trend yang muncul. Sebut saja trend demam TikTok. Aplikasi TikTok adalah aplikasi yang menyajikan berbagai macam konten, mulai dari konten menari, menyanyi, memasak, dan sebagainya.
Siapapun menikmati sajian konten-konten tersebut baik dari kalangan muda maupun tua. Kebutuhan informasi dan hiburan bisa terpenuhi. Padahal jika diingat sebelum pandemi, TikTok dianggap sebagai aplikasi yang tidak bermanfaat. Hal ini bisa disebabkan karena semakin beragam konten yag ditawarkan dan semakin ramai khalayak untuk menggunakan aplikasi tersebut selama masa pandemi.
Kemudian ada pula trend belanja online yang selama masa pandemi telah menjadi kebiasaan. Dengan berbelanja online, jual beli menjadi lebih mudah dan praktis. Tak perlu keluar rumah, hanya cukup membuka aplikasi pasar online, memilih barang, kemudian tinggal menunggu kurir yang akan mengantarkan ke rumah.
Pembayaran pun bisa dilakukan dengan uang tunai atau menggunakan uang elektronik. Ini sebetulnya menjadi salah satu dampak yang positif dari perkembangan budaya populer karena mendukung pembangunan yang ada di indonesia. Karena sebelum kemunculan alat pembayaran elektronik di indonesia tren pembayaran ini sudah ada lama di jepang.
Namun, tak jarang pula tren yang muncul justru menimbulkan pertentangan dan perdebatan. Seperti TikTok yang sempat diblokir oleh Kominfo setelah mendapat banyak laporan negatif dari masyarakat. Karena saat itu banyak konten yang mengandung unsur pornografi dan tentu itu bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia.
Hal ini karena beberapa konten TikTok yang muncul seakan langsung menjadi suatu tren di kalangan masyarakat tanpa adanya filterisasi. Selain itu, ada pula salah satu aplikasi pasar online yang sempat didemo oleh khalayak karena dinilai lebih memudahkan pengiriman barang dari luar negeri sehingga membuat rugi para penjual dalam negeri.
Berhubung dengan penjelasan sebelumnya, tren yang muncul tentunya tak lepas dari dampak baik dan dampak buruk. Jadi, alangkah lebih baiknya jika kita lebih selektif lagi dalam memilih tren yang ada. Mencermati mana yang sebaiknya diikuti dan dibuang. (**)
Penulis : Alya Hanifah Irwadi dan Nur Inayah Mbewu, Mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman Samarinda