spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPRD Minta RSUD Sosialisasikan Penyesuaian Tarif, Dorong Perwali Direvisi

BONTANG – Ketua Komisi II DPRD Kota Bontang Rustam, meminta jajaran Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Husada untuk meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat soal penyesuaian tarif di rumah sakit pelat merah tersebut.

Diketahui, kebijakan penyesuaian tarif menimbulkan polemik, termasuk disoal salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka kaget biasanya membayar retribusi puluhan ribu, kini naik menjadi ratusan ribu. Sementara informasi di website resmi RSUD Taman Husada berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang masih berlaku menampilkan tarif lama.

“Memang tarif ini sudah tidak sesuai, sudah sepuluh tahun tidak diperbaharui. Untuk itu kami mendorong Perwalinya direvisi karena sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Segera komunikasikan dengan bagian hukum (Pemkot Bontang),” kata Rustam, usai rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Manajemen RSUD belum lama ini.

Politisi Golkar itu mengaku kaget awal pertama kali mendengar penyesuaian itu. Namun setelah mendengar penjelasan dari Direktur RSUD, pihaknya memahami sesuai Peraturan Menteri kesehatan (PMK) 85 tahun 2015, direktur atau pimpinan rumah sakit berhak menetapkan tarif sembari menunggu disahkannya revisi Perwali tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur RSUD Taman Husada, dr Suhardi, menyampaikan penyesuaian tarif yang dimaksud hanya diberlakukan pada poli-poli yang baru buka dan belum memiliki tarif. Adapun poli pelayanan kesehatan lama, masih tetap memberlakukan harga yang sudah ada sebelumnya. Ada 13 poli yang baru dibuka RSUD Taman Husada.

“Kami berharap Perwalinya segera direvisi. Saat ini sudah tahap kajian unit cost-nya,” tandas Suhardi. (adv/mk)

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.