BERAU – Berdasarkan informasi distribusi LPG 3 Kg menjadi langka di wilayah pesisir selatan Kabupaten Berau. Hal tersebut membuat masyarakat di sana sangat kesulitan untuk mendapatkan LPG 3 Kg yang biasa di sebut Gas Melon tersebut.
Namun, masalah tersebut ditepis oleh Sales Branch Manager (SBM) Rayon VI Pertamina Kalimantan Timur dan Utara, Azri Ramadan Tambunan. Dirinya mengungkapkan penyaluran LPG 3 kg subsidi di Kabupaten Berau berjalan normal.
Dijelaskannya, Penyaluran LPG 3 kg subsidi masih sama seperti sebelumnya. Saat ini, tidak ada kendala dalam mendistribusikan LPG 3 kg di Kabupaten Berau.
Dijelaskannya, pangkalan LPG 3 Kg sudah tersebar di seluruh kelurahan dan kampung yg ada di Kabupaten Berau sehingga pelayanan ke masyarakat dapat dilakukan tanpa adanya kendala.
“Sejauh ini, penyaluran berjalan dengan aman dan tidak ada kendala,” ungkapnya.
Azri memastikan tidak ada pengurangan dalam pendistribusian LPG 3 kg di Kabupaten Berau. Hal ini dikarenakan kondisi stok normal di setiap pangkalan.
Menurutnya, Jika ada laporan masyarakat atas kelangkaan dan kenaikan harga, hal tersebut disebabkan adanya panic buying atas maraknya pemberitaan nasional terkait kelangkaan LPG 3 kg subsidi.
“Kami berharap masyarakat Berau tidak perlu terprovokasi akan pemberitaan yg belum pasti kebenarannya,” pungkasnya.
Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Menurut Kepala Kampung Talisayan, Ali Wardana, di wilayah pesisir selatan, Distribusi Gas Melon tersebut sangatlah terbatas. Apalagi, ada pangkalan nakal yang dinilai sangat merugikan masyarakat sehingga penyaluran Gas Melon tidak sampai ke masyarakat yang membutuhkan.
Diungkapkannya, kuota LPG yang terbatas itu dapat dilihat dari distribusi yang terjadi ke kampungnya pada Kamis (6/02/2025). Gas LPG 3 Kg yang diterima warga dari pengecer di Talisayan hanya mencapai 40 tabung. Sisanya, Gas 5 Kg 160 tabung dan 12 Kg 290 tabung.
“Itu habis langsung. Karena beberapa hari ini stok khusus gas melon ini baru nyampe. Sehingga ketika datang warga langsung membludak. Panic Buying-lah masyarakat,” ungkapnya.
Disampaikannya, di tengah keterbatasan LPG itu masih ada juga pangkalan yang nakal. Kenakalan pangkalan itu dapat dilihat dari keterlibatannya dalam mengatur distribusi dan menetapkan harga secara tertutup.
“Maksudnya begini, ada itu pangkalan, dia tidak pasang plang pangkalan. Heatnya juga dilepas. Lalu kadang ada pangkalan itu, dia jual melebihi heat,” jelasnya.
Saat ini, lanjutnya, memang penentuan jumlah agen mesti disetujui Pertamina. Termasuk pangkalan yang ada harus bekerja sama dengan agen. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa banyaknya agen dan pangkalan menyebabkan distribusi menjadi kacau.
Kekacauan distribusi itu, baginya, tak seiring dengan maksimalnya pengawasan di lapangan. Pengawasan kampung dan kecamatan saat ini bahkan tidak ada lagi. Hal ini turut menyebabkan kuota LPG yang didistribusikan tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan.
“Harusnya coba dikerjasamakan setiap gas masuk itu kita bisa pantau sama-sama. Kalau sebelumnya katanya di kecamatan itu ada pengawasan dan harus bikin laporan semacam surat jalan,” terangnya.
“Kalau ada surat jalan kan enak. Misalnya satu kali angkut untuk jatah Talisayan berapa. Kita juga enak monitor. Kalau sekarang ini, berapa yang diberi pangkalan itu yang dibagikan pengecer,” sambunganya.
Terkait pengawasan, Ali meminta pihak Pertamina agar dapat melibatkan pemerintah kampung dan kecamatan. Apalagi baginya, wilayah pesisir pada umumnya sangat bergantung pada LPG yang didistribusikan dari Tanjung Redeb.
“Kita kan tidak mau menuduh. Hanya perlu ada pengawasan dari kampung biar sama-sama mengawasi. Terus untuk kuota ini apalagi mau bulan puasa kita tentu butuh tambahan,” tandasnya. (ril/dez)
Reporter: Aril Syahrulsyah
Editor: Dezwan