SAMARINDA – Bubur peca telah menjadi hidangan berbuka puasa khas yang diwariskan secara turun-temurun di Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang. Kuliner tradisional ini tidak sekadar menjadi santapan, tetapi juga simbol kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Nama ‘peca’ berasal dari bahasa Bugis yang berarti bubur lembek. Masyarakat Bugis yang bermukim di Kampung Masjid telah mempertahankan tradisi menyajikan bubur peca selama lebih dari satu abad, menjadikannya menu utama berbuka puasa di Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda.
Menjelang waktu berbuka, suasana di Masjid Shiratal Mustaqiem dipenuhi oleh jamaah yang antusias menantikan hidangan khas ini. Juru masak bubur peca di masjid tersebut, Mardiyana—akrab disapa Alus—mengaku telah melestarikan tradisi ini selama 22 tahun.
“Resep bubur peca diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang kami. Setiap tahun, kami selalu memasak bubur ini untuk berbuka puasa selama Ramadan,” ujar Alus, Jumat (28/2/2025).
Bubur peca memiliki tekstur yang sangat lembut dengan cita rasa khas dari perpaduan rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, jahe, dan kayu manis, yang dimasak bersama santan kental serta kaldu ayam. Resep racikan bumbu khasnya pun tetap dijaga secara turun-temurun.
Selain rasanya yang gurih, bagi masyarakat Bugis, bubur peca juga dipercaya memiliki manfaat kesehatan, seperti membantu memperpanjang umur dan meredakan sakit maag.
“Banyak jamaah yang mengatakan bubur ini bagus untuk kesehatan,” tambah Alus.
Dalam proses pembuatannya, Alus dan tim mulai memasak sejak pukul 08.00 WITA, mengaduk adonan selama lima jam agar bumbu meresap sempurna dan menghasilkan tekstur yang lembut. Menurutnya, kesabaran adalah kunci utama dalam memasak bubur peca karena membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kami mulai memasak sejak jam delapan pagi hingga jam satu siang. Setelah asar, kami mulai membagikan ke jamaah,” jelasnya.
Dalam satu hari, Alus menyiapkan sekitar 25 kilogram beras yang diolah menjadi 300 porsi bubur peca. Sebanyak 10 kilogram disediakan untuk berbuka di masjid, sementara sisanya dibagikan kepada jamaah untuk dibawa pulang.
Agar tidak monoton, bubur peca disajikan dengan berbagai pilihan lauk seperti ayam bistik, ayam suwir, hingga telur bumbu merah.
Lebih dari sekadar hidangan berbuka, warga Kampung Masjid memaknai bubur peca sebagai tradisi yang menjembatani silaturahmi dan kebersamaan di bulan suci Ramadan.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Agus Susanto





