SAMARINDA – Konservasi satwa yang dilindungi, khususnya orangutan, menjadi prioritas utama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim). Di tengah semakin terancamnya habitat akibat campur tangan manusia, BKSDA Kaltim gencar melakukan upaya penyelamatan terhadap satwa yang populasi dan ekosistemnya semakin terancam.
Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto, menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 17 Tahun 2024 yang mengatur tentang penyelamatan satwa, pihaknya telah memprioritaskan pelaksanaan program penyelamatan terhadap satwa dilindungi, dengan fokus pada orangutan.
“Sampai Februari tahun ini, kami telah melakukan penyelamatan terhadap 37 orangutan, dan di tahun 2025 akan ada 5 orangutan yang akan dilepasliarkan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, BKSDA Kaltim telah bekerjasama dengan sejumlah mitra dalam program penyelamatan orangutan, seperti Centre of Orangutan Protection (COP), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), dan Conservation Action Network (CAN), guna mengoptimalkan upaya konservasi ini.
Ari menjelaskan lebih lanjut bahwa orangutan yang akan dilepasliarkan pada tahun 2025 adalah hasil rehabilitasi yang telah dititipkan ke BOSF di Samboja. Selama rehabilitasi, selain mendapatkan perawatan medis, orangutan juga dilatih untuk mengembangkan insting dan naluri sebagai satwa liar agar dapat kembali hidup secara mandiri di alam liar.
“Rehabilitasi berupa pembinaan terhadap insting liar orangutan, seperti memanjat pohon dan naluri terhadap interaksi orangutan dan manusia. Sewajarnya, orangutan akan lari ketika melihat atau bertemu dengan manusia,” jelasnya.
Selain itu, BKSDA Kaltim telah melakukan translokasi terhadap 28 individu orangutan yang diselamatkan. Lokasi-lokasi baru yang disiapkan untuk mereka antara lain Hutan Lindung Gunung Batu Masangat Busang di Kutai Timur, PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), dan Taman Nasional Kutai.
“Kami melakukan translokasi secepatnya karena kondisi orangutan yang berpotensi konflik akibat habitat mereka yang terisolasi,” tegas Ari.
Kemudian, pihaknya juga melakukan patroli dan pengamatan rutin untuk mitigasi akibat konflik dengan manusia. Menurut Ari, konflik biasanya muncul akibat area tempat orangutan tinggal semakin terdesak dan terisolasi.
“Salah satu upaya penanggulangan konflik yang kami lakukan adalah di area jalan poros Sanggata-Muars Wahau. Di sana, orangutan sudah terisolasi, sehingga perlu dilakukan penyelamatan,” pungkasnya.
Hingga saat ini, BKSDA Kaltim sedang mengupayakan konservasi orangutan terpadu, dimana orangutan dapat hidup berdampingan dengan kegiatan masyarakat. Untuk itu, keterlibatan masyarakat berperan penting dalam menjaga populasi orangutan di Kaltim bisa berkembang.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Nicha R