Pandemi Covid 19 telah menciptakan berbagai macam keadaan yang memaksakan masyarakat untuk beradaptasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang biasa dikenal sebagai new normal era.
Istilah new normal yang kerap ditemui masyarakat dalam media sosial merupakan gaya hidup baru yang diterapkan di tengah pandemi covid-19 yang angka kesembuhannya meningkat hari demi hari. Berbagai unsur dalam lingkungan masyarakat terdampak oleh new normal era ini, salah satunya adalah unsur penggunaan bahasa daerah.
Bahasa daerah di Indonesia sangatlah beragam yang totalnya mencapai kurang lebih 718 bahasa. Bahasa daerah merupakan bahasa yang dituturkan oleh masyarakat yang mendiami suatu daerah tertentu.
Cakupan bahasa daerah di Indonesia digunakan oleh lapisan masyarakat di suatu provinsi atau kota-kabupaten tertentu. Di wilayah perkotaan bahasa daerah sudah jarang dituturkan, namun berbeda dengan lingkungan masyarakat pedesaan yang tetap menjadikan bahasa daerah sebagai media komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa daerah yang sangat ragam ini merupakan bukti kekayaan komunikasi multikultural di Indonesia yang wajib dilestarikan, namun seiring perkembangan jaman dan ditambah lagi dengan adanya era new normal membuat masyarakat khususnya generasi muda kurang tertarik dengan bahasa daerah.
Seperti yang biasa terjadi di sekitar kita adalah banyak generasi muda yang mungkin segan menggunakan Bahasa daerah karena merasa malu/ takut di hakimi oleh teman-temannya.
Hal ini disebabkan karena lingkungan sekitarnya cenderung menggunakan Bahasa yang lebih modern, sehingga membuat seseorang enggan untuk belajar menuturkan Bahasa daerah, Hal ini umumnya terjadi di daerah perkotaan.
Begitu juga dengan daerah perdesaan yang saat ini sudah mulai masuk berbagai terknologi yang menghantarkan suatu bahasa yang terbilang baru, seperti di perdesaan umumnya bahasa kebanyakan menggunakan bahasa daerah/ bahasa setempat namun karena perkembangan teknologi yang telah masuk ke desa membuat generasi mudanya cenderung menggunakan bahasa yang terbilang popular seperti bahasa asing.
Menurut penulis beberapa faktor yang menjadi penghambat kaum muda untuk mempelajari bahasa daerah adalah bahasa nasional sendiri yaitu bahasa Indonesia yang menjadi bahasa yang sering di tuturkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan generasi muda, sehingga generasi muda tidak terbiasa oleh penuturan bahasa daerah dan bahkan tidak pernah dikenalkan tentang bahasa daerah.
Kemudian faktor keluarga, banyak keluarga di Indonesia yang tidak menggunakan bahasa daerah dikarenakan tidak ada didikan atau tidak diperkenalkan tentang penuturan bahasa daerah oleh orang tua. Dan yang paling krusial adalah faktor majunya perkembangan teknologi dan informasi yang memperkenalkan kepada kaum muda tentang bahasa asing, sehingga ketertarikan generasi muda untuk ikut serta dalam melestarikan bahasa daerah terkikis.
Era new normal juga dinilai memengaruhi kurangnya ketertarikan generasi muda dalam bahasa daerah. Era new normal mengharuskan kita untuk menggunakan teknologi untuk menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari yang tentunya teknologi saat ini cenderung menggunakan bahasa asing dalam pemakaiannya.
Sehingga generasi muda jauh lebih tertarik terhadap teknologi dan budaya dan bahasa asing. New normal era membuat generasi muda untuk berada dan melakukan aktivitasnya dari rumah sehingga sangat sedikit kemungkinan untuk bertemu dengan para orang tua yang masih menggunakan bahasa daerah hingga kurangnya daya tarik generasi muda untuk mempelajarinya.
Generasi muda merupakan calon pemimpin di masa yang akan datang, sudah seharusnya kaum muda untuk tetap melestarikan budaya daerahnya, agar berfungsi sebagaimana melestarikan budaya kita sebagai bahasa budaya, bahasa pemersatu antar-etnis, mempererat keakraban serta untuk mengetahui sejarah, bukti peninggalan nenek moyang dalam bentuk perangkat bertutur.
Bahasa daerah juga memegang peranan penting sebagai indentitas, ciri khas, alat komunikasi, instrument selama berabad-abad hingga ribuan tahun lewat lisan dan tulisan maka dari itu kaum muda harus tetap melestarikannya sebab begitu penting serta hebatnya kebudayaan kita hingga sampai sekarang.
Penulis menilai era new normal dapat menjadi momen untuk generasi muda mempelajari bahasa daerahnya masing-masing dengan menggunakan sarana teknologi sehingga daya Tarik akan kekayaan komunikasi multikultural meningkat. (**)
Oleh: Eka Tiara Nurhayati, Juan Gabriel Rana; Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman