spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Bergerak Bersama Lindungi Hutan Pendidikan, Tindak Tegas Perusakan Lingkungan!

Catatan Aji Mirni Mawarni

Akhir pekan lalu, Komite III DPD RI melakukan kegiatan resolusi di Samarinda. Kunjungan kerja tersebut berfokus pada penyelesaian permasalahan daerah terkait isu pendidikan, khususnya penyerobotan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman oleh aktivitas tambang ilegal. Sebagai komite yang membidangi sektor pendidikan, kami sangat fokus terhadap perlindungan hutan pendidikan.

Sejumlah anggota Komite III hadir dalam pertemuan pada Jumat (9/5/2025) di Rektorat Unmul, dipimpin oleh Wakil Ketua III Komite III DPD RI, dr. Hj. Erni Daryanti, M.Biomed. Rektor Unmul turut hadir didampingi pimpinan universitas dan perwakilan fakultas, terutama Fakultas Kehutanan. Hadir pula perwakilan sejumlah kementerian, yakni Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Lingkungan Hidup.

Dalam pertemuan tersebut, saya menyoroti pentingnya perlindungan lahan pendidikan dari berbagai gangguan aktivitas pertambangan. Kami dari Komite III DPD RI, terutama saya yang mewakili Kalimantan Timur, sangat memberi perhatian terhadap perlindungan lahan atau hutan pendidikan. Perlindungan lahan pendidikan harus menjadi prioritas.

Kami berharap penegakan hukum benar-benar dijalankan. Pelaku penambangan ilegal harus diusut tuntas dan ditindak tegas. Selain itu, harus dilakukan perbaikan dan peningkatan sistem pengawasan dengan melibatkan berbagai kementerian. Sinergi harus dijalin dengan baik—terutama dalam implementasi SKB—tanpa terjebak ego sektoral antar-lembaga negara. Faktanya, kelalaian dan kelemahan pengawasan dari pihak kementerian masih terus terjadi.

Selain pengawasan lintas kementerian, sinergi dengan pemerintah daerah juga harus dibangun. Jangan sampai ada kegiatan dan program kementerian yang tidak diketahui pemerintah daerah. Pengawasan harus dilakukan secara berjenjang, simultan, dan sinergis. Meskipun ada perwakilan kementerian di daerah, koordinasi dengan pemerintah daerah tetap harus diperkuat.

Kemenristekdikti juga harus memberikan perhatian terhadap aset-aset yang dikelola oleh perguruan tinggi. Diperlukan dukungan anggaran khusus yang memadai untuk pengelolaan aset-aset tersebut, terutama mengingat luasnya wilayah KHDTK Unmul yang sulit dijangkau dengan sumber daya yang terbatas.

Jangan sampai aset-aset tersebut tidak bisa dikelola dengan baik. Unmul hanya mampu menjangkau sebagian kecil wilayah KHDTK karena kekurangan tenaga dan pendanaan. Kami berharap aset-aset yang dititipkan kepada perguruan tinggi juga disertai dengan pendanaan yang memadai untuk pengelolaannya.

Hal lain yang harus menjadi perhatian bersama adalah ketika terjadi illegal mining atau illegal logging, umumnya yang menjadi korban adalah masyarakat daerah. Pemodal dari luar menjanjikan sesuatu yang besar kepada masyarakat, namun ketika terjadi masalah hukum, sering kali yang menjadi terdakwa adalah masyarakat itu sendiri. Penegakan hukum harus benar-benar dilakukan agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat.

Menurut catatan sejarawan publik, Muhammad Sarip, jika ditelusuri dari aspek historis, terdapat korelasi antara lahan KRUS dan Kutai. Lahan tersebut awalnya adalah HPH dari CV Kayu Mahakam yang dimiliki oleh Ali Akbar Afloes. Ayah dari Ali Akbar adalah Adji Pangeran Afloes, Plt Residen Kalimantan Timur yang melakukan serah terima daerah Kaltim dari Republik Indonesia Serikat (RIS) kepada RI pada 10 April 1950.

Pada momen yang sama, kakek saya, Adji Mashud alias Adji Raden Kariowiti, merupakan Ketua Dewan Kalimantan Timur. AP Afloes dan AR Kariowiti adalah sesama kerabat Kesultanan Kutai yang berhaluan republiken (pendukung perjuangan kemerdekaan RI). Adji Ali Akbar menghibahkan lahannya kepada Unmul sebagai pelaksanaan wasiat dari AP Afloes. Pada 1957, pemerintah RI mengangkat AP Afloes sebagai Gubernur pertama Kalimantan Barat. Artinya, ada visi pendidikan yang besar di balik hibah kepada Unmul tersebut.

Rektor Unmul: Hutan Luas, Anggaran Terbatas

Dalam pertemuan, terungkap bahwa Fakultas Kehutanan Unmul telah membentuk tim evaluasi. Unmul bergerak secara komprehensif dari sisi vegetasi dan tata air serta lingkungan, khususnya menghitung kerugian dari dampak kerusakan hutan pendidikan. Rektor Unmul, Prof. Abdunnur, mengatakan masalah di KHDTK telah dilaporkan sebelumnya oleh Dekan Fahutan dan baru diusut setelah terdapat kasus viral beberapa waktu lalu.

Rektor menyampaikan apresiasi atas dukungan DPD RI dan Balai Gakkum LHK. Ia mengakui kompleksnya pengawasan lahan pendidikan, terutama di kawasan Bukit Soeharto yang berbatasan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN). Lahan pendidikan Unmul di Bukit Soeharto juga rentan akan permasalahan yang sama dengan KHDTK Unmul di Lempake. Ia menyebut perlunya pendanaan pemerintah dalam mengelola seluruh kawasan lahan pendidikan.

Pasalnya, pemerintah hanya memberikan pendelegasian wewenang tanpa diikuti pendelegasian anggaran. Terdapat 22 titik masalah di Bukit Soeharto yang memerlukan koordinasi lintas kementerian. Jika berhasil diatasi, ini bisa menjadi referensi penyelesaian konflik lahan lainnya.

Prof. Abdunnur juga menggarisbawahi perlunya pendanaan khusus dari pemerintah pusat. Selama ini, mereka kesulitan mengelola lahan luas karena keterbatasan anggaran. Dukungan dari Kemendikbudristek dan Kementerian Lingkungan Hidup sangat diharapkan.

Akademisi yang hadir juga menyampaikan bahwa lembaga pendidikan harus memiliki idealisme, yakni menjaga lingkungan berdasarkan keilmuan. Mereka mengungkapkan adanya intimidasi yang menimpa mahasiswa yang bertugas di KHDTK Unmul. Juga disesalkan proses hukum yang berdampak pada beban psikologis civitas akademika. Diduga terdapat oknum aparat yang menjadi beking tambang, dan dikhawatirkan terjadi kriminalisasi terhadap pelapor.

Kasus Harus Diusut Tuntas, Pulihkan Kerusakan Lingkungan!

Perwakilan Balai Gakkum LHK Kalimantan mengungkapkan pihaknya masih mencari dua orang saksi kunci guna mengungkap peran pelaku, modus operasi, dan jaringan yang terlibat. Mereka juga berkoordinasi dengan kepolisian dan pihak terkait untuk mempercepat proses. Balai Gakkum juga telah mengumpulkan sejumlah dokumen dan foto sebagai bukti serta menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 28 April 2025.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kementerian Kehutanan, Indra Exploitasia Semiawan, menyampaikan komitmen Kementerian Kehutanan dalam mengawal masalah hutan di Kalimantan Timur, khususnya KHDTK Unmul.

Meskipun begitu, menurut Indra, terhambatnya tindakan dari pihaknya juga berhubungan dengan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh pihak Unmul. Dalam UU RI Tahun 1999, terdapat ketentuan bagi pengelola KHDTK untuk membuat tata batas wilayah.

Indra menyampaikan bahwa Unmul masih terkendala dalam menyusun Laporan Pengantar Jasa Penyusun (LPJP), sehingga hal tersebut juga menjadi hambatan dalam mengusut tuntas kasus di KHDTK. Hal ini bisa dijadikan prioritas agar ke depannya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam konteks penambangan dan lainnya.

Perwakilan Kementerian ESDM menyatakan mendukung penegakan hukum di KHDTK Unmul. Baik melalui 33 inspektur tambang di Kaltim, Pokja Direktorat Hukum dan Lingkungan (DHL), serta koordinasi dengan Gakkum LHK. Pokja DHL—yang di dalamnya terdapat PPNS—merupakan cikal bakal Gakkum ESDM. Dengan pembentukan Gakkum ESDM, diharapkan penegakan hukum ke depan bisa lebih baik.

Perwakilan Kemenristekdikti juga menyatakan dukungannya terhadap penegakan hukum atas perambahan lahan KHDTK Unmul, termasuk mendorong beberapa alternatif intervensi keuangan guna mengatasi kendala teknis di lapangan.

Rapat tersebut ditutup dengan komitmen bersama untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan kualitas Unmul, dan menyelesaikan kasus hukum terkait lahan. DPD RI akan memantau progres kerja sama antara Balai Gakkum LHK, kepolisian, dan pemerintah daerah guna memastikan transparansi penyidikan.

Yang pasti, ikhtiar bersama ini bukan hanya berkonsentrasi pada pemidanaan pelaku, namun juga pemulihan kerusakan lingkungan. Artinya, perlu upaya serius secara pidana dan perdata. Sudah semestinya kita semua bersinergi menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ruang pendidikan di Kaltim. Semua pihak harus berupaya maksimal agar kasus semacam ini tidak terulang kembali. (*)

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.