spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Belajar Tanda Alam dari Orang Utan, Ekosistem Hutan Terus Dirusak, Bencana Alam Makin Mendekat

PASER – Video seekor orang utan masuk Desa Lusan, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, viral di jagat mayat, awal pekan ini. Beberapa jam setelah beredar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Kaltim mengutus personelnya ke desa, melakukan upaya penyelamatan orang utan.

Petugas BKSDA Kaltim tiba di Desa Lusan pada Senin (7/6/2021) sore. Namun saat itu, satwa yang dicarinya sudah tidak ada. Menurut keterangan warga, orang utan yang ramai diperbincangkan publik di media sosial telah masuk ke hutan.

Menolak pulang dengan tangan kosong, hari itu juga operasi perburuan satwa digelar BKSDA Kaltim. Menelusuri hutan, menaiki bukit, hingga menyusuri sungai.

Akan tetapi, hingga tiga hari pencarian, petugas tak menemukan orang utan. Rencana menghentikan operasi akhirnya mengemuka. Lagi pula, hewan bernama ilmiah pongo pygmaeus itu disebut sudah kembali ke habitatnya, jadi tak perlu dicemaskan lagi.

Pada akhirnya, petugas memutuskan kembali ke kantornya di Balikpapan pada Kamis (10/6/2021). Namun menjelang sore saat petugas BKSDA Kaltim berkemas, seorang warga menjerit menyebut orang utan. Tanpa pikir-panjang, petugas berlari mendatangi sumber suara sambil menenteng sebuah senapan bius.

Kira-kira 500 meter dari Desan Lusan, petugas menemukan seekor orang utan berbulu cokelat tengah berjalan menuju pemukiman warga. Melihat ciri-cirinya, dipastikan binatang itu adalah kera besar yang viral beberapa waktu lalu. Semua cerita ini disampaikan Surya Darmawan, polisi hutan BKSDA Kaltim yang ikut dalam misi tersebut.

“Kami langsung tembakan obat bius ke orang utan itu,” tutur Wawan, panggilan Surya Darmawan, kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Sabtu (12/6/2021).

Seketika orang utan tersungkur ke tanah. Berhasil menidurkan sejenak, petugas segera memasukan orang utan jantan itu ke kerangkeng besi yang sudah disiapkan di pikap. Petugas segera membawanya ke Borneo Orangutan Survival Foundation Samboja Lestari di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. “Saat ditemukan, kondisinya sehat saja. Tidak ada luka atau tanda-tanda kelaparan,” terang Wawan.

Di BOSF Samboja Lestari, orang utan tadi direhabilitasi. Tapi belum diketahui sampai kapan proses perawatan dilaksanakan. Yang jelas, saat primata berbobot lebih 50 kilogram itu sudah benar-benar pulih dan bisa bertahan hidup secara mandiri, ia akan dilepasliarkan ke hutan.

“Kami masih menyurvei hutan mana yang cocok untuk orang utan ini,” tambah staf Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Kaltim, Posda Gressya.

Semua pihak, khusunya aparat negara, diingatkan tidak menyepelekan kehadiran orang utan di Desa Lusan. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat Padi Indonesia, kedatangan mamalia tersebut ke permukiman merupakan pertanda mara bahaya. Lembaga yang berkantor di Balikpapan itu adalah kelompok yang meneliti lingkungan, mengadvokasi masyarakat adat, hingga ikut meningkatkan ekonomi Desa Lusan sejak 14 tahun silam.

Ini bukan sekedar menakuti-nakuti. Direktur Padi Indonesia, Ahmad Suudi Jawahir Asyami, memberikan penjelasan. Mulanya, pria yang akrab disapa Among itu memastikan, orangutan masuk ke Desa Lusan merupakan momen langka.

“Sejak 2007 kami masuk ke Desa Lusan, rasa-rasanya, ini (orang utan masuk ke pemukiman) yang pertama,” ungkapnya. Among yakin, fenomena ini terjadi akibat berkurangnya pasokan makanan. Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Selama belasan tahun keluar-masuk Desa Lusan, Among tahu betul ada banyak pembalakan liar, perkebunan sawit, hingga penambangan di hutan dan sungai di sekitaran desa.

“Itulah yang membuat makanan primata menjadi berkurang. Kemudian dia masuk pemukiman untuk mencari makanan,” ucapnya.

Lebih dalam, Among menjelaskan, hutan di sekitar Desa Lusan merupakan bagian Pengunungan Meratus. Ada tiga sungai di pegunungan tersebut. Salah satunya Sungai Kandilo. Ketiganya bermuara di Kecamatan Tanah Grogot, Paser. Semua sungai itu telah ada lokasi penambangan emas dan pasir.

Jika penambangan terus dibiarkan, ekosistem di tiga sungai tersebut akan rusak. Semakin lama pembiaran, kerusakannya semakin parah. Tanah Grogot, sebut Among, akan menjadi daerah yang paling merasakan buah kerusakan.“Salah satu dampaknya adalah banjir besar seperti yang terjadi di Kalsel baru-baru ini,” sebutnya.

Oleh karenanya, dia meminta semua pihak, terutama aparat negara, untuk menjadikan kemunculan orangutan sebagai momen berbenah. Bila tidak, jangan heran jika semakin banyak satwa muncul ke tengah-tengah masyarakat. Andai kondisi tersebut terus dibiarkan, bencana besar berpeluang terjadi.

“Dalam aturan tata ruang ‘kan sudah jelas, mana bagian untuk industri, mana bagian untuk dilindungi. Itu saja yang ditegakkan. Ada yang melanggar, ya, ditindak,” tutup Among. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img