Catatan Rizal Effendi
SEBENARNYA saya enggan mengomentari beberapa proyek infrastruktur di Balikpapan. Semua orang sudah tahu dan sering menggunjing. Tapi sudah lama hati saya mengganjal karena terkait dengan keselamatan manusia. Ini soal proyek drainase atau peningkatan pembangunan saluran air atau parit tertutup di Jl Ruhui Rahayu, sekitar kawasan RSS menuju persimpangan Dome.
Saya tahu proyek itu memang tidak beres. Kabarnya dikerjakan CV Kertajaya Sejahtera dengan nilai kontrak Rp8,9 miliar. Waktunya 180 hari atau setengah tahun. Harus jadi di akhir tahun 2023. Sudah diperpanjang dan didenda tapi tak kunjung selesai. Akhirnya diputus kontrak dan sampai saat ini belum dikerjakan kembali.
Dengan kondisi yang ada sekarang, proyek itu memang sangat membahayakan keselamatan. Seharusnya ada langkah darurat yang harus ditempuh agar benar-benar tidak menimbulkan korban.
Ada tiga hal yang saya lihat berbahaya bagi warga yang melintas di kawasan itu. Baik yang jalan kaki maupun yang menggunakan kendaraan terutama roda dua. Saya waswas karena bisa mengundang kecelakaan atau insiden fatal, yang bisa sampai merenggut jiwa.
Pertama, soal belum adanya pemasangan besi manhole atau besi penutup saluran pembuangan yang ada di trotoar. Sampai saat ini hanya ditutup dengan kayu papan reng yang tidak terlalu kuat konstruksinya. Malah sudah ada yang patah. Bahkan ada 3,-4 lubang tidak ditutup sama sekali. Saya khawatir sekali bisa membuat orang terutama anak-anak terperosok ke bawah.
Kedua, adanya badan jalan berlubang, patah dan terancam longsor akibat pekerjaan pemasangan dinding saluran yang tidak sempurna. Setidaknya ada dua titik yang saya lihat. Di antaranya di tikungan dekat Musholla An Nur. Saya waswas kalau ada yang terperosok terutama di saat air meluap dan menutup lubang tersebut. Di sekitar badan jalan yang ambruk itu tak ada dipasangi tanda pembatas bahaya.
Ketiga, yang sangat mengerikan adanya pemasangan besi struktur dinding drainase yang dibiarkan ujungnya tetap terbuka. Padahal ujungnya tajam-tajam. Kondisi seperti ini bisa kita lihat di ruas pekerjaan drainase di depan lapangan kuliner. Kira-kira sepanjang 50 sampai 100 meter. Pemandangan itu sudah berbulan-bulan.
Bulu kuduk saya merinding membayangkan kalau ada pejalan kaki atau pengendara sepeda motor yang terloncat ke saluran drainase itu. Apa jadinya? Sangat mengerikan sekali. Badannya bisa tertancap besi konstruksi. Sementara di kawasan itu hanya ditutup dengan pembatas jalan berwarna orange (road barrier fiber) dari Dishub, yang tidak terlalu rapat.
Di situ memang ada 2 plang pengumumam hati-hati. Satu dibuat UPTD Drainase & Bozem DPPU. Tertulis: “Hati-hati!!! Ada Pekerjaan.” Satunya lagi dari Satlantas, bertulis : “Hati-hati!!! Kurangi Kecepatan Kendaraan Anda. Jalan Dalam Perbaikan.” Tapi apalah artinya.
Ada yang usul plang dari DPU itu ditambahi narasinya. “Hati-hati!!! Ada pekerjaan terbengkalai. Kontraktornya sudah di-black list. Tinggal kita yang menanggungnya. Jangan lewat di sini dulu.”
LANGKAH DARURAT
Saya tidak tahu cara pandang dan kepekaan aparat. Baik dari Pemerintah Kota (wali kota) sampai Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Perhubungan (Dishub), Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) atau dari instasi lain seperti satuan lalulintas (Satlantas). Bisa juga ketua RT, Kelurahan atau LPM setempat.
Apa tidak pernah dibahas atau saling mengingatkan? Apa tidak ada langkah sementara yang bisa dilakukan? Kok semua jadi cuek? Atau sudah pernah dirapatkan dan dibahas, tapi tak jelas solusinya. Jadi ya terserah apa jadinya.
Kalau menurut saya keadaan itu sangat berbahaya. Keselamatan manusia dipertaruhkan. Kalau sampai kejadian (tentu tidak kita inginkan), maka Pemerintah Kota bisa digugat warga. Bahkan kalau sampai ada korban jiwa, reaksi warga bisa lebih parah lagi.
Saya tidak mengikuti lagi mekanisme apa yang harus dilakukan Pemerintah Kota jika ada proyek yang putus kontrak dan sekarang membahayakan keselamatan orang banyak. Apa bisa dilakukan crash program, percepatan penyelesaian atau ada langkah lain sesuai ketentuan?
Kalau proyek itu baru diteruskan dengan tender ulang pada APBD Perubahan 2024 (karena ada tambahan biaya), maka lanjutan pekerjaan itu di lapangan bisa jadi baru dilaksanakan bulan September mendatang menunggu pengesahan APBD Perubahan. Bayangkan ada waktu sekitar 5 bulan dengan keadaan seperti sekarang.
Sekali lagi keadaan itu selain membuat ketidaklancaran jalan dan lalu lintas berlangsung sangat lama, juga semakin membuka peluang terjadinya insiden atau hal yang tidak kita inginkan. Juga kondisi badan jalan yang longsor bisa semakin parah, melebar dan jangan-jangan putus sama sekali.
Apakah kondisi seperti ini bisa di-cover dengan anggaran atau belanja tidak terduga (BTT). Nah ini yang harus dikaji lebih mendalam. Sebab BTT yang bersumber dari APBD merupakan belanja untuk keadaan darurat bencana, keperluan mendesak serta pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Sepertinya kriteria ini tidak masuk, walaupun ada kategori keperluan mendesak.
Mengutip dari Kabargupas.com, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Gunung Bahagia, Ervan Dahri pernah mengungkapkan, proyek itu pernah dilanjutkan kontraktor lain dengan sifat pengerjaan penunjukan langsung atau PL. Nilainya di bawah Rp200 juta. Jadi tetap tidak bisa menyelesaikan secara keseluruhan.
“Kami sangat menyayangkan pengerjaan proyek drainase itu tidak selesai, karena merugikan dan membahayakan warga,” tandasnya.
Dia memperkirakan tahun 2024 ini Pemerintah Kota Balikpapan akan melaksanakan tender ulang atau tender kelanjutan agar proyek terbengkalai itu bisa rampung seperti diharapkan masyarakat.
Sudarto, warga di sekitar proyek meminta kepada Pemerintah Kota melakukan beberapa langkah darurat. Di antaranya memeriksa dan memperbaiki kembali penutup darurat yang dipasang di atas lubang inspeksi di trotoar.
Sementara lubang di badan jalan akibat longsor harus segera ditutup dulu dengan plat besi. Dan harus diambil upaya sementara agar lubang tidak melebar. Mungkin bisa ditumpuki karung pasir atau tindakan teknis lainnya.
Langkah yang sangat penting adalah menutup besi-besi tajam yang menancap di dinding drainase. Caranya, sangat mungkin ditutup dengan plywood tebal. Jadi bagian atasnya tertutup dan sudah tidak terlalu membahayakan lagi. Atau besi-besi itu segera dipotong.
Selain itu, pembatas jalan semacam road barrier fiber harus ditambah dan dipasang rapat-rapat. Sehingga semakin menutup kemungkinan orang mengalami insiden sampai tertancap besi, yang sangat kita takutkan.
Di awal tahun 2024, saya sempat baca pemberitaan di TRIBUNKALTIM.CO. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Alfiyah Rizky Juliana dan Kepala DPU Rita mengakui salah satu penyebab keterlambatan dalam pengerjaan proyek itu karena lambatnya dikeluarkan rekomendasi rekayasa lalu lintas.
Tapi sumber lain juga menyebutkan kualitas kontraktor pelaksana juga dipertanyakan. Apa jadinya kalau begini? Sepertinya masyarakat pasrah menerima kenyataan ini. Itu sudah! (*)