TENGGARONG- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kutai Kartanegara (Apindo Kukar) Muhanda, agak kecewa dengan rekomendasi kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kukar 2023 yang naik 6% menjadi Rp 3.394.513.
Pasalnya, dasar hukum yang digunakan awalnya Peraturan Pemerintah (PP) No 36 tahun 2021, tapi berubah menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 18 tahun 2022. Terlebih, keputusan tersebut diambil mendekati batas akhir penetapan.
“Permasalahannya kemarin ada keluar Permenaker 18 tahun 2022, (padahal) sudah bertemu beberapa kali membahas UMK Kukar berdasarkan PP 36 tahun 2021,” jelas Muhanda, Rabu (30/11/2022).
Posisi Apindo Kukar, dikatakan Muhanda, dinilainya kurang pas sebab aturan keluar dan diterapkan jelang batas akhir penetapan. Dia juga mempertanyakan kedudukan hukum dua regulasi tersebut, di mana Apindo berpandangan PP 36 tahun 2021 lebih tinggi.
Namun ia memastikan Apindo pada dasarnya tetap taat dengan rekomendasi yang dihasilkan Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kukar, Dewan Pengupahan Kukar, serikat pekerja, dan Apindo sendiri.
Karena penetapan UMK bukan lagi berdasarkan kesepakatan, tetapi penetapan dari pemerintah daerah. “Kita wajib ikut, kalau menolak tidak bisa, karena bukan kesepakatan lagi,” lanjutnya.
Diketahui, terjadi selisih yang cukup jauh dalam penerapan Permenaker 18 tahun 2022 dan PP nomor 36 tahun 2021. Bila menggunakan Permenaker 18 tahun 2022, terjadi kenaikan UMK sebesar 6,09 persen. Sedangkan jika menggunakan PP nomor 36 tahun 2021, naik sebesar 2 persen lebih, atau selisih sekitar 4 persen. (afi)