SAMARINDA – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin mengimbau agar setiap sekolah yang menerapkan program sekolah sepanjang hari (full day school) untuk jenjang SMP agar melihat sisi kesehatan.
Hal ini diungkapkan setelah adanya laporan bahwa ada siswa SMPN 13 Samarinda Utara yang sakit karena diwajibkan apel di siang hari setelah jam belajar usai dengan alasan mengasah kedisiplinan siswa.
“Setiap siswa itu tidak semuanya kondisi kesehatannya sama dan tidak semua kuat kalau harus sampai siang hari, jika disuruh harus baris-berbaris di terik matahari,” ujarnya, Senin (7/8/2023).
Oleh sebab itu, Asli menegaskan agar semua sekolah yang menerapkan sistem full day school memberikan tindakan khusus bagi siswa yang dari sisi kesehatan memang tidak kuat fisiknya. “Ya, yang memang tidak kuat enggak harus ikut baris-berbaris,” katanya.
Menurutnya, sistem full day school ini secara umum ia nilai memberikan manfaat bagi siswa. Namun sekolah tetap harus memperhatikan aspek kesehatan siswa. Utamanya bila menambahkan kegiatan tambahan setelah jam belajar usai.
“Tapi tetap harus memperhatikan aspek-aspek yang lain jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan pada siswa akibat program itu,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan para orang tua atau wali murid, jika ada permasalahan di sekolah maka dapat menyelesaikannya bersama komite sekolah.
“Untuk wali murid yang mungkin anaknya fisiknya tidak kuat harus melapor ke paguyuban dan komite di sekolah. Dan jika tidak selesai nanti saya yang turun bantu menyelesaikan,” pungkasnya.
Sebelum berita ini diterbitkan, Media Kaltim mendapatkan laporan berupa surat yang dikirim via WhatsApp yang mengungkapkan ada murid yang sakit karena kegiatan full day school uyang ditambah program apel siang sebelum diperbolehkan pulang.
Wali Murid SMPN 13 Samarinda Utara itu, Adhi Abdhian melaporkan, anaknya jatuh sakit lantaran harus mengikuti kegiatan apel pada disekitar jam 14.30 hingga 15.00 WITA. Adhi juga protes karena apel siang ini, tidak masuk dalam pembahasan Komite sekolah sebelumnya. Bahkan tanpa pemberitahuan dan persetujuan orang tua siswa. Apel digelar diluar jam sekolah. Artinya, siswa semakin lama tertahan di sekolah.
“Kegiatan ini tidak mendidik, menjemur anak di tengah cuaca ekstrem saat ini, apa gunanya? Kalau mau apel, ya pagi saja disaat anak-anak masih segar fisik & otaknya. Banyak cara efektif kok dalam mendidik disiplin siswa. Ingat, cuaca sedang panas-panasnya, masak tega siswa dijemur begitu? Tanpa izin pula dengan orangtuanya,” protes Adhi.
Saat menyampaikan keberatan dan penolakannya, Kamis (3//2023), ia menemui Muhammad Nur, bagian kurikulum dan Refika Wisfariah, bagian kesiswaan SMPN 13. “Saya sempat keras dipertemuan itu karena bidang kesiswaan menganggap menjemur anak itu hal biasa. Meski akhirnya, program apel itu akan dievaluasi karena tak bisa langsung diubah. Sedangkan saya, tegas jangan sampai siswa dijemur lagi. Seperti tentara saja. Kasian anak-anak itu. Sudah lelah belajar seharian, kelaparan, eh malah dijemur,” tambah Adhi.
Menurutnya pada surat penolakan itu, tak ada kajian kedokteran yang menyatakan menjemur anak di siang hari antara pukul 14.30 hingga 15.00 Wita, akan meningkatkan kecerdasan dan disiplin anak.
“Pihak sekolah tidak mempertimbangkan dampak buruknya bagi anak. Kalau terjadi apa-apa, memang sekolah mau tanggung jawab? Yang saya keberatan, apel itu tak pernah disampaikan ke orang tua siswa dan tanpa persetujuan komite sekolah, juga tak ada dalam jadwal yang di share ke wali siswa,” katanya.
Saat dikonfirmasi media ini, Muhammad Nur bagian kurikulum SMPN 13, meminta Media Kaltim langsung datang ke sekolah untuk penjelasan detil.
“Saya lagi nyetir Pak. Besok saja wawancaranya langsung datangi bagian humas sekolah, pak ya,” pintanya. (han)