SANGATTA– Menjamurnya ritel modern nasional seperti Alfamidi, Indomaret yang banyak cabangnya di Kutai Timur (Kutim), dinilai sangat mempengaruhi pedagang pasar tradisional, toko atau kios. Oleh sebab itu, perlu adanya kontrol dari pemerintah agar tidak mematikan pedagang tradisional.
Indah, penjual sembako di Kios Adelia, Pasar Induk Sangatta (PIS), mengaku, membanjirnya ritel modern di Kutim sangat berpengaruh terhadap eksistensi pedagang tradisional di pasar, maupun kios dan toko.
Indah mencontohkan, pedagang tradisional bisa kalah dengan ritel modern karena pelayanannya berbeda, tempatnya bersih di ritel modern. Ditambah lagi, harga barangnya beda karena pasti selalu ada promo dan member diberikan diskon menarik.
Jika pedagang tradisional, kios dan toko tidak bisa berinovasi lama-kelamaan mereka akan kalah bersaing. “Saya harap pemerintah juga bisa memproteksi kehadiran ritel modern, ijangan semakin banyak supaya kami juga bisa bertahan,”ujarnya, Kamis (2/6/2022).
Kepala Disperindag Kutim, M Zaini mengatakan, dalam masalah ini pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan terkait perizinan yang diberi untuk pembangunan atau izin ritel modern. “Sebab kami sekarang sudah tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin,” sebutnya.
Izin ritel modern ini dikeluarkan pemerintah pusat. Sementara pemerintah daerah hanya mengatur terkait regulasi operasional yang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup). Salah satunya seperti jam operasional, halaman parkir dan jarak antar-bangunan.
Ia mengatakan masih harus menelaah terkait regulasi izin atau Nomor Induk Berusaha (NIB). Hingga kini di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan saja sudah terdapat sekitar 56 jenis minimarket dan supermarket.
“Pembaharuan terhadap Perbup ini dirasa perlu, apalagi berkaitan dengan ritel modern ini. Sebab regulasi yang ada sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Nantinya, Perbup akan menyesuaikan aturan dari pemerintah pusat dan kita harapkan bisa segera rampung,” jelasnya. (ref)