spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Parpol Baru Singkirkan Yang Tak Solid?

Hasil survei nasional beberapa lembaga menunjukkan elektabilitas PDIP, Golkar dan Gerindra masih sangat kuat. Sementara beberapa parpol lain mengalami penurunan elektabilitas. Bahkan di antaranya terancam tak bisa memenuhi ambang batas parlemen saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Peliput: Andi Desky, Adhi Abdian, Redaksi Media Kaltim

Menurut beberapa hasil survei nasional elektabilitas, tiga partai politik (parpol) yang sebelumnya mempunyai raihan suara cukup besar, terancam tersingkir dari parlemen. Partai yang terancam tak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen, yaitu Partai NasDem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Hanura yang saat Pemilu 2019 tak lolos ke Senayan, dinilai kembali tak lolos parliamentary threshold.

Hasil survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research yang dirilis Minggu (9/1/2022), menunjukkan elektabilitas PPP hanya 2,5 persen dan PAN 1,1 persen (lihat infografis elektabilitas parpol). Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah menyalip Demokrat, NasDem, PPP dan PAN. Sementara dua partai pendatang, yaitu Partai Ummat sudah 1,3 persen dan Partai Gelora sebesar 1,0 persen. Partai Ummat didirikan Amien Rais yang sebelumnya politisi PAN dan Partai Gelora diketuai Anis Matta yang sebelumnya politisi PKS.

Peneliti indEX Research, Reza Reinaldi mengatakan, secara umum partai-partai cenderung stagnan, hanya PSI yang mengalami tren kenaikan elektabilitas dan kini mencapai 5,4 persen. “Golkar dan Demokrat turun sedangkan PSI terus naik,” kata peneliti indEX Research Reza Reinaldi dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (9/1/2021). Kenaikan elektabilitas PSI, tambah Reza, terutama disumbang dari strategi partai pro-milenial tersebut di ibukota Jakarta, termasuk serangan PSI pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis Minggu (9/1/2022) juga menunjukkan elektabilitas PAN yang menurun. IPI menyebut elektabilitas PAN 2,5 persen dan SMRC mencatat 1,8 persen atau di bawah Perindo. SMRC bahkan menyebut hanya 6 parpol yang bisa masuk parlemen, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sisanya tak memenuhi ambang batas parlemen, termasuk NasDem.

Lembaga lainnya, Charta Politika Indonesia dan Populi Center, yang merilis hasil survei pada penghujung 2021 lalu, juga mencatat PPP dan PAN yang mengalami penurunan elektabilitas. Sementara di barisan bawah mulai muncul parpol baru, yaitu Perindo, PSI, Partai Berkarya, dan Garuda. Bahkan parpol baru yang muncul pasca Pemilu 2019, yaitu Partai Ummat dan Gelora mulai menunjukkan taring.

Menurut akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Sonny Sudiar, elektabilitas parpol lama menurun akibat konflik internal di tubuh partai. Seperti dualisme kepengurusan yang menyebabkan perpecahan. Partai baru memanfaatkan kelemahan partai yang dinilai masyarakat sudah tidak solid ini untuk meningkatkan elektabilitas. “Namun partai yang ditinggal kadernya tidak semudah itu hancur. Mereka punya perangkat yang sudah ada sehingga tidak besar pengaruhnya,” ujarnya.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PAN Kaltim, Sigit Wibowo mengaku tak goyah dengan hasil survei beberapa lembaga independen yang menyatakan elektabilitas PAN masih rendah. Dia menganggap hal itu sering terjadi menjelang pemilu, namun hasil rekapitulasi suara dari KPU selalu berkata lain. “Suara PAN memang tidak besar. Itulah mengapa kami sadar diri dan terus bekerja keras untuk meraih hati masyarakat,” jelas anggota DPRD Kaltim dari daerah pemilihan (dapil) Balikpapan ini.

Soal kehadiran parpol baru seperti Partai Ummat yang didirikan mantan politisi senior PAN Amien Rais, menurutnya tak akan berpengaruh terhadap perolehan suara mereka. Dia menilai, Partai Ummat memiliki “pangsa pasar” tersendiri yang berbeda dengan tipikal pemilih PAN. Dia memegang pesan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN Zulkifli Hasan yang menyatakan kader PAN harus solid menghindari konflik internal. Konflik internal yang berpotensi menggembosi perolehan suara PAN.

Sekretaris DPW PPP Kaltim Leny Marlina mengakui raihan suara PPP di Pemilu 2019 tak begitu besar karena dipengaruhi mantan ketua umum mereka yang terjerat kasus korupsi. Terlebih hasil survei elektabilitas mereka baru mencapai 4 persen, sehingga partai senior ini harus bekerja keras merebut kembali hati masyarakat untuk meningkatkan perolehan suara dan meningkatkan jumlah kursi PPP di Kaltim.

“Saat survei 2004 kami sudah diprediksi tidak lolos, cuma Alhamdulillah kami terus ada. Di Kaltim sendiri kita akan kerja keras mengembalikan raihan suara untuk menambah kursi. Contoh di Samarinda tinggal 2 kursi dari sebelumnya 4 (Pemilu Legeslatif 2014), kita minimal kembalikan jumlah kursi dulu. Kalau di DPR RI kita harus mengambil kembali kursi PPP yang lepas pada Pemilu 2019,” jelasnya.

Leny juga menyatakan kehadiran parpol baru yang akan tampil pada Pemilu 2024 tidak akan berpengaruh kepada PPP. Menurutnya, besar kemungkinan parpol yang terpengaruh adalah partai yang mengalami perpecahan. “Kehadiran partai baru, saya yakin tidak akan memengaruhi suara PPP. Yang jelas ketua umum meminta kita mengambil kembali 11 juta suara PPP yang terbagi ke partai lainnya setelah Pemilu 1999,” ujarnya.

Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kaltim Syafruddin mengatakan parpol baru, termasuk parpol yang berlatar Islam, tak akan memengaruhi perolehan suara PKB. Ia yakin pemilih memiliki alasan memilih partai berlambang bumi dengan 9 bintang tersebut. Ia optimistis partai yang dideklarasikan kiai-kiai Nahdlatul Ulama pada 23 Juli 1998 itu, masih memiliki massa simpatisan yang kuat di Kaltim.

“Ceruk pemilih PKB sudah jelas, ada tiga model. Pertama, pemilih ideologis, mereka tidak peduli yang penting ada NU (Nahdlatul Ulama, Red.), dia pilih PKB. Kedua, ada pemilih militan, mereka tidak peduli warna dan model partai, yang penting ketuanya Syafruddin. Dia milih karena personal. Ketiga, pemilih garapan, pemilih yang membutuhkan pendekatan yang spesifik,” jelas Syafruddin kepada Media Kaltim Kamis (13/1/2022) lalu.

Dari hasil survei nasional, elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih teratas. Sejak Pemilu 2014, PDIP memang selalu berada di posisi teratas. Namun di Kaltim, PDIP masih kalah kuat dengan Partai Golkar. Sekretaris Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDIP Kaltim, Ananda Emira Moeis mengatakan, di Kaltim mereka sudah melakukan survei dan telah memetakan daerah-daerah yang harus dibenahi untuk kembali mendongkrak suara partai berlambang banteng itu.

Namun, perempuan yang kerap dipanggil Nanda ini menegaskan, survei hanya salah satu barometer. Ia meminta seluruh kader tidak terbuai dan terus melakukan kerja nyata untuk masyarakat. “Mulai tahun lalu (2021, Red.) kami sudah melakukan survei kecil, itu sebagai barometer saja. Intinya kita harus memperkuat partai, kuat, dan solid di dalam (internal partai), gotong-royong untuk kepentingan masyarakat,” tegas perempuan yang juga ketua Fraksi PDI-P di DPRD Kaltim ini.

Ia menambahkan, iklim demokrasi di Indonesia semakin membaik, terbukti dengan kehadiran parpol baru untuk ikut kontestasi politik 2024. Nanda menilai kehadirannya parpol-parpol baru sebagai sahabat yang memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun Kaltim dan tak dapat dipandang sebelah mata. Menurut putri politisi senior PDIP Emir Moeis ini, tinggal perolehan suara yang menjadi bukti, partai mana yang dipercaya masyarakat memperjuangkan aspirasinya.

Sementara Ketua DPD I Golkar Kaltim Rudy Mas’ud yakin, Golkar Kaltim akan kembali mengulang prestasi Pemilu 2019 ketika menjadi peraup suara terbanyak di Kaltim dengan perolehan 350.829 suara. Solidnya kekuatan Golkar Kaltim saat ini, menurutnya disertai dengan program terukur.

Tak hanya suara Golkar di daerah, target partai berlambang pohon beringin ini adalah meningkatkan elektabilitas dan kepercayaan warga akan sosok capres mereka, yang juga Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.

“Seperti arahan pusat, target popularitas pak Airlangga harus dikisaran 50-60 persen dan elektabilitas harus 4-5 persen pada pertangahan 2022. Itu searah juga dengan popularitas Golkar,” sebut Rudy pada acara konsolidasi pemenangan pemilihan presiden (pilpres) 2024 Golkar belum lama ini.

Prosesnya tak main-main. Untuk proses ‘brand’ ini, penguatan dan penataan struktur kepengurusan disemua level, mengacu pada satu jalur program dan proses dan perkembangannya, diawasi. Belum lagi membentuk relawan dan kelompok-kelompok kecil dimasyarakat hingga menyampaikan kelebihan dan capaian prestasi Golkar.

“Tak hanya di darat, sosialisasi pengenalan program Golkar kita kuatkan di udara. Semua bidang, sayap dan kader Golkar, harus mengaktifkan media sosialnya untuk gerakan masif yang dikoordinasi oleh MPO Golkar. Satu visi, satu misi, terarah,” katanya.   (eky/adi/mrs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti