spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

299 Anak Kaltim Jadi Korban Kekerasan

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim paling tinggi di Pulau Kalimantan. Di antaranya, sebanyak 299 anak di Kaltim menjadi korban kekerasan dan yang terbanyak kasus kekerasan seksual. Mirisnya lagi, pelaku kekerasan terbanyak adalah orangtua.

Beberapa pekan ini kita disuguhi berbagai kasus kekerasan terhadap anak. Ada gadis berusia 13 tahun dicabuli tukang gigi, Sabtu (20/11/2021). Korban dicabuli pelaku berinisial HH yang sudah berusia 56 tahun di tempat praktek pelaku di Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda. Pelaku mengiming-iming pemasangan kawat gigi atau behel gratis asal korban mau berhubungan badan dengannya. Korban yang masih lugu teperdaya bujukan pelaku.

Kasus lain yang membuat kita miris yaitu pemuda berinisial S yang masih berusia 21 tahun melakukan pelecehan seksual terhadap 11 anak perempuan. Pemuda asal Berau ini beraksi dengan memanfaatkan game online Free Fire yang digemari anak-anak. Korbannya berusia 9-17 tahun yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pelaku diringkus Bareskrim Polri, Sabtu (9/10/2021) di Kecamatan Talisayan Berau.

Akhir Oktober 2021, seorang karyawan berinisial MH (28) warga Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur tega mencabuli anak perempuan kerabatnya yang masih berusia 9 tahun sebanyak 6 kali sejak 2020. Pelaku mengancam akan menganiaya korban bila tidak menuruti keinginannya. MH mengaku melakukan perbuatan itu karena terpengaruh film porno yang sering dia tonton. Polres Kutim menangkap MH pada 27 Oktober 2021.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tiap tahun di Kaltim memang cukup tinggi. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) kasus di Kaltim paling tinggi dibandingkan provinsi lain di Kalimantan. Kasus di Kaltim per 12 Desember 2021 tercatat 398 kasus dengan korban 457 orang. Sementara di Kalbar ada 275 kasus, Kalsel ada 260 kasus, Kaltara sebanyak 156 kasus, dan Kalteng 121 kasus.

Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Perempuan Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Fachmi Rozano mengatakan, meski angkanya cukup tinggi, namun kasus kekerasan di Kaltim menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut data DKP3A Kaltim katanya, pada 2019 di Kaltim ada 633 kasus dan pada 2020 tercatat 626 kasus. Dia mengaku sempat kaget melihat angka penurunan yang cukup jauh.

“Kami menduga angka menurun karena banyak yang tidak melapor. Tapi ambil positifnya saja, semoga memang benar menurun. Tetap kami berharap (korban kekerasan, Red.) bisa segera melapor jika mengalami kekerasan. Kami khawatirnya banyak yang tidak melapor saat mengalami kekerasan (sehingga angka menurun, Red.),” ucap Fachmi kepada Media Kaltim, Sabtu (11/12/2021) lalu.

Dari angka 394 kasus tersebut, korban yang paling banyak adalah anak-anak usia antara 0-17 tahun, yaitu sebanyak 299 korban. Kasus yang terbanyak yaitu kekerasan seksual, sebanyak 198 kasus (selengkapnya lihat infografis). Yang memprihatinkan, pelaku kekerasan ini orang-orang terdekat korban. Pelaku kekerasan terbanyak yaitu orangtua, ada 71 kasus. Lalu suami atau istri sebanyak 68 kasus, dan teman dekat atau pacar 54 kasus.

Untuk diketahui, data yang dimiliki pemerintah, baik kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat adalah berdasarkan laporan korban. Bila korban tak melapor, maka kasus tak tercatat. Bisa jadi jumlah korban lebih banyak dari data yang dilaporkan. Fachmi mengatakan, bisa saja ada kekerasan namun masyarakat enggan melapor. “Bisa jadi juga suatu daerah banyak kasus karena masyarakatnya aktif melapor,” jelas Fachmi.

Fachmi mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak muncul akibat rendahnya tingkat kesadaran masyarakat. Selain itu, ditambah kondisi ekonomi keluarga yang menurun. “Untuk kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak kekerasan seksual. Kemungkinan karena kesadaran masyarakatnya yang kurang,” tambahnya. Yang seharusnya memberi perlindungan pada anak tambahnya, malah menjadi predator anak.

Kepala DP3A Kutai Timur (Kutim), dr Aisyah mengakui, kasus kekerasan di Kutim tahun ini cukup tinggi dan memprihatinkan. Terutama kasus kekerasan pada anak. “Anak yang jadi korban kekerasan di Kutim dalam 6 bulan terakhir ada 14 kasus. Sedangkan yang terlibat tindak pidana dan menjadi pelaku, sudah 10 kasus. Jadi, bisa dibilang sangat mengkhawatirkan. Bisa dikatakan anak-anak di Kutim tidak terlindungi, baik secara sosial, mental, dan fisik,” jelasnya.

Dia mengatakan, perlu adanya perhatian khusus dan kesadaran dari semua pihak untuk memerhatikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat. Tak hanya pemerintah saja yang perlu mengambil tindakan, masyarakat dan keluarga secara luas juga mempunyai tanggung jawab besar dan berperan penting dalam upaya mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Aisyah mengatakan, perlu penguatan pada keluarga, terutama pengetahuan agama dan kontrol sosial terhadap pergaulan generasi muda. Keluarga dan masyarakat tambahnya, harus peduli terhadap pergaulan dan tumbuh kembang anak. “Apalagi pada era digital yang memberikan peluang kepada anak untuk bisa mengakses internet melalui smartphone dan gadget. Dimana internet bisa menyuguhkan eksploitasi seksual dan kekerasan,” ujarnya.

Jika tidak ada bimbingan dari orangtua katanya, anak pasti akan salah memahami dan salah dalam mengaplikasikannya. “Apalagi bila dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang bisa dijadikan panutan. Karena itu semua pihak, mulai keluarga, masyarakat hingga pemerintah kabupaten perlu mengambil peran dan tanggung jawab untuk mencegah tindak kekerasan pada anak, mulai saat ini,” pesan Aisyah.

Sementara Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Bontang, Marlina mengatakan, tren kenaikan kasus kekerasan meningkat di Indonesia selama pandemi Covid-19. Menurutnya, ada beberapa penyebab, di antaranya tingkat stres yang meningkat, ekonomi yang melemah, termasuk terlalu lama berdiam diri di rumah selama masa pandemi Covid-19.

“Ketentuan Work From Home (bekerja dari rumah, Red.), adanya pembatasan saat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, Red.), belajar daring, hingga meningkatnya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, Red.) selama pandemi menjadi faktor pemicu kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya kepada Media Kaltim.

Wakil Ketua I DPRD Kutai Timur, Asti Mazar turut prihatin pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat setiap tahun. Yang membuat dia miris, kasus kekerasan lebih banyak terjadi di dalam rumah ketimbang di luar rumah. “Ibu-ibu yang masih suka bentak-bentak anak, suka cubit anak-anak, kurang-kurangi yah,” ujar Asti kepada Media Kaltim, Sabtu (12/12/2021).

Dalam banyak kasus tambahnya, kekerasan terhadap anak dalam keluarga sering kali tidak dilaporkan. Ketika anak sudah menjadi korban, baru masyarakat mengetahui dan mau melaporkan. Keributan di dalam rumah yang melibatkan anak katanya, seringkali tidak diperhatikan tetangga karena menganggap itu urusan dalam rumah tangga yang tidak boleh dicampuri. “Kita tidak bisa lagi membiarkan. Kita harus peduli pada anak-anak,” ungkapnya.

Ia juga tak dapat menyembunyikan kegeramannya terhadap berbagai kasus kekerasan anak. “Kita harus segera bertindak. Kita secara bersama-sama bahu membahu harus mewakafkan diri untuk menjadi pelindung anak,” tambahnya. Ia meminta pemerintah aktif ketika masyarakat,terutama anak-anak, mengalami kekerasan. Bukan hanya membuat peraturan daerah terkait perlindungan anak, tetapi pemerintah juga menjamin perlindungan itu.

Sementara Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin meminta aparat penegak hukum menindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual pada anak dibawah umur. Menurutnya, kejadian yang marak terjadi belakangan ini harus segera diputus mata rantainya dengan memberi hukuman maksimal sehingga menimbulkan efek jera.

“Komisi I DPRD Kaltim selaku mitra kerja aparat hukum, meminta tidak tanggung-tanggung menjatuhkan hukuman kepada pelaku pelecehan seksual atau kekerasan lainnya,”  tegas politis PKB tersebut kepada Media Kaltim, Sabtu (11/12/2021). (vic/eky/ref/bms/mrs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti