Sebagaimana perekonomian nasional yang tumbuh 7,07 persen, ekonomi Kaltim pada triwulan II 2021 juga tumbuh positif. Menurut siaran Badan Pusat Statistik Kaltim, ekonomi Bumi Etam tumbuh 5,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (secara year on year atau yoy). Walaupun kelihatan bagus secara angka, pertumbuhan ekonomi ini dinilai eksklusif alias tidak dinikmati masyarakat banyak.
Dibandingkan triwulan I 2021, pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan II 2021 tumbuh 1,87 persen secara quarter to quarter (qtq). BPS Kaltim mencatat, tingginya pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan II yang menyentuh 5,76 persen (yoy) sebagian besar disumbang sektor pertambangan dan penggalian. Produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor ini mencapai 44,74 persen dari total PDRB Kaltim. Itu berarti, nyaris setengah perekonomian provinsi ditopang sektor pertambangan dan penggalian.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, Hairil Anwar, menilai bahwa kenaikan ekonomi Kaltim 5,76 persen adalah wajar. Menurutnya, pertumbuhan positif ini disebabkan kondisi triwulan II 2020 –sebagai pembanding yoy– turun signifikan. Pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan II tahun lalu minus 5,35 persen (yoy) dan minus 6,53 persen (qtq). Hal ini dapat berarti ekonomi Kaltim sebenarnya mulai kembali setelah jatuh cukup dalam tahun lalu.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Kaltim sebenarnya dihitung berdasarkan PDRB Kaltim. Untuk memperjelasnya, sebelum pandemi atau pada triwulan IV 2019 dan triwulan I 2020, PDRB Kaltim menurut harga konstan (2010) stabil di angka Rp 122 triliun. Begitu pandemi Covid-19 masuk ke Kaltim pada Maret 2019, PDRB Kaltim melorot tajam. Pada triwulan II 2020, PDRB Kaltim jatuh ke Rp 114 triliun. Setahun kemudian, triwulan II 2021, PDRB Kaltim menjadi Rp 120 triliun. Infografik berikut ini dapat menggambarkan dengan jelas bahwa ekonomi Kaltim sebenarnya hanya kembali mendekati titik sebelum pandemi.
Jika struktur perekonomian Kaltim dibedah, Hairil mengatakan, faktor utama penyebab ekonomi membaik adalah sektor pertambangan batu bara. Tanpa kenaikan produksi, harga batu bara yang sedang melambung bahkan memecahkan rekor di USD 148 per ton pasti berimbas kepada PDRB Kaltim. Sayangnya, sambung Hairil, kenaikan PDRB di sektor pertambangan dan penggalian tidak diikuti penambahan tenaga kerja maupun keterlibatan masyarakat Kaltim.
“Saya belum mendengar ada lowongan pekerjaan baru dari sektor batu bara itu di Kaltim ketika harganya sedang bagus sekarang ini,” terang Hairil kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com.
Pertumbuhan ekonomi seperti ini dinilai Hairil hanya berupa angka tanpa kualitas ekonomi. Maksudnya, struktur perekonomian seperti ini eksklusif atau dinikmati sebagian orang saja. Tidak inklusif.
Indikator lain yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kaltim angka belaka adalah bertambahnya pengangguran dan penduduk miskin. Samarinda adalah contohnya. Dalam pemaparan pekan pertama Agustus 2021, Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso, menyebutkan bahwa pengangguran di Samarinda menyentuh 8,25 persen atau 35.423 orang pada 2020. Padahal, tingkat pengangguran pada 2019 hanya 5,87 persen atau 25.139 jiwa. Adapun penduduk miskin kota, naik dari 39.800 orang atau 4,59 persen pada 2019, menjadi 41.920 orang atau 4,76 persen pada 2020.
TIDAK BISA BERTAHAN LAMA
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim, Tutuk SH Cahyono, juga memberikan pandangannya. Tutuk mengatakan, kondisi ekonomi triwulan II 2021 membaik karena beberapa hal. Pertama, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) belum diberlakukan. Periode ini juga melewati momen Ramadan yang meningkatkan konsumsi masyarakat.
“Terakhir, kenaikan harga batu bara juga berpengaruh. Sumber ekonomi terbesar di Kaltim adalah sektor pertambangan dan penggalian, jadi tentu berdampak,” kata Tutuk Jumat 6 Agustus 2021.
Menurut Tutuk, efek domino dari pertumbuhan ekonomi yang ditopang sektor pertambangan saat ini tidaklah seperti dulu. Gelombang pandemi yang menghantam Kaltim menyebabkan konsumsi pekerja tambang tidak setinggi sebelumnya.
“Pekerja tambang sehabis kerja, ya, pulang karena mobilitas masyarakat dibatasi. Dulu, pendapatan mereka berimbas. Mulai dibelikan gorengan sampai berwisata ke sana sini. Sekarang tidak,” terang. Tutuk. Yang perlu diingat, sambung Kepala BI Kaltim, harga batu bara yang prima seperti sekarang tidak bertahan lama. Ekonomi Kaltim bisa merosot lagi ketika harga batu bara jatuh.
“Termasuk kebijakan PPKM yang akan berpengaruh kepada pertumbuhan di triwulan berikutnya,” jelas dia.
Diwawancarai terpisah, Wakil Ketua Bidang Investasi, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim, Alexander Sumarno, setuju bahwa sektor pertambangan dan penggalian amat berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Menurut Alex, sektor tersebut berjenis padat modal. Artinya, minim keterlibatan masyarakat luas. Hanya pengusaha atau perusahaan besar yang terlibat.
“Ketika perusahaan menambah produksi, mereka memaksimalkan peralatan dan mungkin menambah satu-dua tenaga kerja saja. Sektor padat modal berbeda dengan sektor padat karya seperti pertanian atau perikanan yang melibatkan masyarakat banyak,” tutup Alex. (kk)