spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

1.431 Anggota TPK Siap Dampingi Kelompok Rentan Stunting di Kukar

TENGGARONG – Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kutai Kartanegara (DPPKB Kukar), didapuk sebagai leading sector pencegahan kasus stunting, bersama beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis lain. Penunjukkan DPPKB tersebut berlangsung saat Rembuk Stunting yang diselenggarakan di Gedung Merak RSUD AM Parikesit Kukar.

Kepala DPPKB Kukar, Adinur mengatakan, sesuai amanah Perpres 72 tahun 2021 tentang pencegahan stunting, BKKBN RI ditunjuk sebagai ketua, sehingga mengamanatkan DPPKB kabupaten dan kota untuk melakukan perbantuan pencegahan stunting.

Salah satunya dengan melakukan pendampingan keluarga di tiap desa dan kelurahan yang ada di Kukar. Dengan membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), yang beranggotakan tiga orang. Diisi bidan, kader PKK dan kader KB.

“Alhamdulillah amanahnya sudah berjalan, pendampingan keluarga di desa dan kelurahan sudah berjalan meski belum optimal,” ujar Adinur, Rabu (16/11/2022).

Adinur menyebutkan, sebanyak 477 TPK sudah terbentuk di 237 desa dan kelurahan di Kukar dengan total anggota sebanyak 1.431 orang. Dengan sifatnya sebagai relawan yang mengantongi SK dari kepala desa (kades) dan lurah setempat.

Tugas mereka nantinya untuk mendampingi calon pengantin (catin), ibu hamil, ibu yang sedang menyusui dan mendampingi keluarga yang memiliki balita. Dengan harapan, jangan sampai ada anak-anak yang stunting. Ini merupakan bentuk dari gerakan pencegahan stunting di Kukar.

Selain itu, dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) juga mengeluarkan instruksi serupa. Di mana mengamanahkan kades untuk mengalokasikan anggaran untuk pencegahan stunting. Seperti rembuk stunting, makanan tambahan bagi balita di setiap posyandu.

Berdasarkan data tahun 2021, Adinur mengatakan di Kukar terdapat sekitar 80 ribu keluarga beresiko stunting. Diantaranya ada ibu yang menyusui, ibu hamil, keluarga miskin, keluarga pra-sejahtera, serta keluarga yang tidak punya penghasilan. Mereka menjadi bagian keluarga berisiko stunting yang harus didampingi, termasuk keluarga yang tidak memiliki sanitasi yang baik.

“Risiko ini kita cegah, tapi tidak bisa sendiri, tapi dengan konvergensi, kerja bersama lintas sektoral, keroyokan,” tutup Adinur. (adv/afi)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img